Kisah sukses Bob Sadino memang tak asing lagi ditelinga kita, bahkan beliau memilih miskin sebelum kaya. Pernyataan tersebut sangatlah kontroversi sekali karena pada umumnya manusia takut akan miskin dan maunya kaya raya. Mungkin beberapa logika untuk menjawab pernyataan Bob Sadino tersebut adalah jika kita dalam kondisi awal miskin terlebih dahulu sebelum kaya mungkin membuat mental kita lebih siap jika nanti jadi pengusaha yang sukses tetapi dalam perjalanan bisnis kita tiba-tiba bangkrut mendadak. Kita akan lebih siap menghadapinya dan mudah untuk bangkit karena sikap mental yang kita miliki sebagai modal. Tapi hal tersebut berbeda sekali keadaannya jika kondisinya berlawanan, misal jika kita langsung dalam keadaan kaya tanpa pernah merasakan miskin, maka jika kita mengalami kebangkrutan mendadak, kita akan kesulitan untuk bangkit dan memulai lagi.
Sangat menarik sekali jika kita membahas tokoh yang satu ini. Sebenarnya inti kisah sukses Bob Sadino tersebut memberikan formula-formula bisnis untuk usaha kita dengan sangat sederhana atau simple. Karena kalau kita belajar dari praktisi yang berpengalaman dibidang usaha, maka kita akan menemukan hal-hal yang sederhana tapi jika kita lakukan dampaknya akan luar biasa. Tak usah berlama-lama, marilah kita ikuti pemaparan kisah sukses Bob Sadino berikut ini.
Bob Sadino
Intrepreneur sukses yang satu ini menjalani jalan hidup yang panjang dan berliku sebelum meraih sukses. Dia sempat menjadi supir taksi hingga kuli bangunan yang hanya berpenghasilan Rp100.
Penampilannya eksentrik. Bercelana pendek jins, kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, dan kerap menyelipkan cangklong di mulutnya. Ya, itulah sosok pengusaha ternama Bob Sadino, seorang entrepreneur sukses yang merintis usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Siapa sangka, pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket) ini pernah menjadi sopir taksi dan kuli bangunan dengan upah harian Rp100.
Celana pendek memang menjadi “pakaian dinas” Om Bob –begitu dia biasa disapa– dalam setiap aktivitasnya. Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933, yang mempunyai nama asli Bambang Mustari Sadino, hampir tidak pernah melewatkan penampilan ini. Baik ketika santai, mengisi seminar entrepreneur, maupun bertemu pejabat pemerintah seperti presiden. Aneh, namun itulah Bob Sadino.
“Keanehan” juga terlihat dari perjalanan hidupnya. Kemapanan yang diterimanya pernah dianggap sebagai hal yang membosankan yang harus ditinggalkan. Anak bungsu dari keluarga berkecukupan ini mungkin tidak akan menjadi seorang entrepreneur yang menjadi rujukan semua orang seperti sekarang jika dulu tidak memilih untuk menjadi “orang miskin”.
Sewaktu orangtuanya meninggal, Bob yang kala itu berusia 19 tahun mewarisi seluruh hartake kayaan keluarganya karena semua saudara kandungnya kala itu sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih sembilan tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam, Belanda, juga di Hamburg, Jerman. Di Eropa ini dia bertemu Soelami Soejoed yang kemudian menjadi istrinya.
Sebelumnya dia sempat bekerja di Unilever Indonesia. Namun, hidup dengan tanpa tantangan baginya merupakan hal yang membosankan. Ketika semua sudah pasti didapat dan sumbernya ada menjadikannya tidak lagi menarik. “Dengan besaran gaji waktu itu kerja di Eropa, ya enaklah kerja di sana. Siang kerja, malamnya pesta dan dansa. Begitu-begitu saja, terus menikmati hidup,” tulis Bob Sadino dalam bukunya Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila.
Pada 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Kala itu dia membawa serta dua mobil Mercedes miliknya. Satu mobil dijual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri. Satu mobil Mercedes yang tersisa dijadikan “senjata” pertama oleh Bob yang memilih menjalani profesi sebagai sopir taksi gelap. Tetapi, kecelakaan membuatnya tidak berdaya. Mobilnya hancur tanpa bisa diperbaiki.
Setelah itu Bob beralih pekerjaan menjadi kuli bangunan. Gajinya ketika itu hanya Rp100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya. Bob merasakan bagaimana pahitnya menghadapi hidup tanpa memiliki uang. Untuk membeli beras saja dia kesulitan. Karena itu, dia memilih untuk tidak merokok. Jika dia membeli rokok, besok keluarganya tidak akan mampu membeli beras.
“Kalau kamu masih merokok, malam ini besok kita tidak bisa membeli beras,” ucap istrinya memperingati.
Kondisi tersebut ternyata diketahui teman-temannya di Eropa. Mereka prihatin. Bagaimana Bob yang dulu hidup mapan dalam menikmati hidup harus terpuruk dalam kemiskinan. Keprihatinan juga datang dari saudara-saudaranya. Mereka menawarkan berbagai bantuan agar Bob bisa keluar dari keadaan tersebut. Namun, Bob menolaknya.
Dia sempat depresi, tetapi bukan berarti harus menyerah. Baginya, kondisi tersebut adalah tantangan yang harus dihadapi. Menyerah berarti sebuah kegagalan. “Mungkin waktu itu saya anggap tantangan. Ternyata ketika saya tidak punya uang dan saya punya keluarga, saya bisa merasakan kekuatan sebagai orang miskin. Itu tantangan, powerfull. Seperti magma yang sedang bergejolak di dalam gunung berapi,” papar Bob.
Jalan terang mulai terbuka ketika seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Pada awal berjualan, Bob bersama istrinya hanya menjual telur beberapa kilogram. Akhirnya dia tertarik mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Padahal saat itu telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang.
Ketika bisnis telur ayam terus berkembang Bob melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Kini Bob mempunyai PT Kem Foods (pabrik sosis dan daging). Bob juga kini memiliki usaha agrobisnis dengan sistem hidroponik di bawah PT Kem Farms. Pergaulan Bob dengan ekspatriat rupanya menjadi salah satu kunci sukses. Ekspatriat merupakan salah satu konsumen inti dari supermarketnya, Kem Chick. Daerah Kemang pun kini identik dengan Bob Sadino.
“Kalau saja saya terima bantuan kakak-kakak saya waktu itu, mungkin saya tidak bisa bicara seperti ini kepada Anda. Mungkin saja Kemstick tidak akan pernah ada,” ujar Bob.
Pengalaman hidup Bob yang panjang dan berliku menjadikan dirinya sebagai salah satu ikon entrepreneur Indonesia. Kemauan keras, tidak takut risiko, dan berani menjadi miskin merupakan hal-hal yang tidak dipisahkan dari resepnya dalam menjalani tantangan hidup. Menjadi seorang entrepreneur menurutnya harus bersentuhan langsung dengan realitas, tidak hanya berteori.
Karena itu, menurutnya, menjadi sarjana saja tidak cukup untuk melakukan berbagai hal karena dunia akademik tanpa praktik hanya membuat orang menjadi sekadar tahu dan belum beranjak pada taraf bisa. “Kita punya ratusan ribu sarjana yang menghidupi dirinya sendiri saja tidak mampu, apalagi menghidupi orang lain,” jelas Bob.
Bob membuat rumusan kesuksesan dengan membagi dalam empat hal yaitu tahu, bisa, terampil, dan ahli.
“Tahu” merupakan hal yang ada di dunia kampus, di sana banyak diajarkan berbagai hal namun tidak menjamin mereka bisa. Sedangkan “bisa” ada di dalam masyarakat. Mereka bisa melakukan sesuatu ketika terbiasa dengan mencoba berbagai hal walaupun awalnya tidak bisa sama sekali. Sedangkan “terampil” adalah perpaduan keduanya. Dalam hal ini orang bisa melakukan hal dengan kesalahan yang sangat sedikit. Sementara “ahli” menurut Bob tidak jauh berbeda dengan terampil. Namun, predikat “ahli” harus mendapatkan pengakuan dari orang lain, tidak hanya klaim pribadi. (sumber: pemudakayaraya.wordpress.com)
Pantang menyerah dan kerja keras dari beliau sangatlah perlu kita acungi jempol. Pahit getir dalam menjalani usaha telah dilakukan dan akhirnya membawa dampak yang sangat luar bisa. Kisah sukses Bob Sadino ini bisa menginspirasi dan menularkan virus entrepreneurship bagi seluruh pelaku-pelaku usaha di Indonesia. Sungguh luar biasa sekali kiat-kiat sukses yang telah dibagikan oleh beliau. Akhirnya saya berharap agar pembaca sekalian bisa mengambil sisi positif dari penaglaman Bob Sadino dan memberi dampak yang positif pula bagi kelangsungan usaha masing-masing. Jaga selalu semangat kewirausahaan, salam sukses selalu.
Kiat-kiat Menjadi Orang Sukses - Kenneth Tjahjady Sudarto
Kiat-kiat menjadi orang sukses pendiri Matari Advertising. Mungking Anda pernah mendengar nama perusahaan yang satu ini. Perusahaan yang mengambil jalur di bidang periklanan di Indonesia ini, konon hingga sekarang sangat melegenda. Namun, apakah Anda tahu, siapa orang dibalik kesuksesan Matari Advertising? Ya, benar sekali, ia adalah Kenneth Tjahjady Sudarto atau yang lebih akrab di panggil Ken Sudarto. Berkat tangan dinginnya, perusahaan yang dulunya didirikan disebuah garasi, kini disulapnya menjadi perusahaan yang kokoh dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Kesuksesan yang telah diraih oleh Ken Sudarto memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kiat-kita menjadi orang sukses pada saat kita merasakan jatuh bangun, penuh dengan kepahitan dan kegetiran. Roda kehidupan beliau saat kecil tidaklah begitu mulus. Tetapi beliau terbiasa kerja keras untuk meraih cita-citanya menjadi pengusaha sukses Indonesia. Selanjutnya silakan ikuti paparan artikel berikut ini.
Kenneth Tjahjady Sudarto
Dia tokoh periklanan Indonesia. Bahkan pantas digelari legenda hidup periklanan Indonesia. Ken, panggilan akrab Kenneth Tjahjady Sudarto, salah seorang perintis periklanan Indonesia. Pendiri Matari Advertising, ini memulai usahanya dari garasi di kawasan Cideng sampai memiliki gedung megah Puri Matari di segitiga emas Kuningan.
Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 16 Maret 1942, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, pukul 06.06, 5 November 2005.
Ken meninggal setelah setahun lebih berjuang melawan penyakit lymphoma (kanker kelenjar getah bening). Dia meninggalkan seorang isteri, Sylvie Febryanti Sudarto, dan tiga anak Michael Dirgo Sudarto, Glenn Ario Sudarto dan Cynthia Anggraini Sudarto, serta tiga orang cucu Allegra Divya, Alexa Kirana, dan Tristan Ario.
Jenazah Presiden Komisaris Kelompok Matari Advertising itu tiba di Bandara Soekarno Hatta dari Singapura sekitar pukul 20.00, Sabtu 5 November 2005. Selanjutnya dibawa ke Puri Matari di kawasan Kuningan. Di sana para karyawan dan staf memberikan penghormatan terakhir. Setelah itu, iring-iringan mobil jenazah menuju ke rumah almarhum di Jl Kemang Timur IV. Selanjutnya dibawa ke rumah duka di RSPAD Gatot Subroto, Jl Abdul Rahman Saleh No 24, Kwini, Senen, Jakarta Pusat.
Tampaknya, sampai ajal menjemputnya dia terus berjuang. Sebelum meninggal, dari CCU Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, Ken mengirim SMS kepada stafnya berbunyi: "Hidup adalah bagaikan bendera perang. Kadang-kadang berkibar megah, menantang. Kadang-kadang kotor, robek-robek, dan hampir jatuh ke tangan musuh. Tapi harus tetap dipertahankan dengan gagah berani, sampai ke tangan Tuhan".
Perjuangannya dalam dunia periklanan dimulai dari garasi di kawasan Cideng dengan dua orang pegawai. Sebelum mendirikan Matari (Agency Representative Matari Advertising, 1970-1971), Ken meniti karir sebagai Manager US Summit Corporation (1964-1968), Wiraswasta (1968-1969) dan Staf Lokal Ubersee Handel AG (1969-1970). Kemudian sejak 1971 dia menjabat Presiden Direktur Matari Inc, perusahaan periklanan yang semula bekerjasama dengan Mark Lean Advertising. Setelah dua tahun kemudian memisahkan diri.
Kemudian Matari sepenuhnya menggunakan tenaga ahli Indonesia, karena menganggap merekalah yang lebih mengenal negeri ini. Modalnya juga domestik.
Kenneth Sudarto-Matari AdvertisingSempat mengalami masa sulit tahun 1975-1976, lantaran dia mencoba berspekulasi di luar bidang periklanan. Lalu mendapat bantuan dari klien lama. PT Astra dan Konimex dengan membayar di muka, serta harian Sinar Harapan dan Surabaya Post bersedia menunda penagihan. Ditambah lagi suntikan modal dari Paul Karmadi, temannya sejak kecil, dengan membeli 30% dari seluruh saham.
Perusahaan ini kemudian berkembang pesat., menjadi biro iklan paling lengkap di Indonesia. Matari Inc ini memiliki studio foto, amphi-theater, studio rekaman modern, perpustakaan, dan fasilitas komputer.
Juga memiliki kantor di gedung sendiri, Puri Matahari berlantai empat, di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Serta mempekerjakan sekitar 200 karyawan.
Biro iklan ini setidaknya melayani sekitar 30-an klien setiap tahun. Di antaranya Toyota, Mitsubishi, Honda, Daihatsu, SIA, Cathay, Garuda, Fuji, Kodak, National, Sony, ITT, Unilever, BCA, dan lain-lain. Dari setiap klien, Matari menarik agency fee 15%sampai 20%.
Sulung dari lima bersaudara (Ken, Imelda, Berty, Liza dan Bambang), putera dari So Ping Hian (ayah) dan Setiawati K Sudarto (lo Bie Lan, Ibu) pedagang kelontong, ini lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 16 Maret 1942. Mengecap pendidikan SR, Jalan Sabang, Jakarta (1954), SMP Kanisius, Jakarta (1957) dan SMAK I, Jakarta (1960).
Sempat kuliah di FE UI, Jakarta, sampai tingkat IV, 1965. Kemudian belajar manajemen (Smaller Company Management Program) di Harvard Business School, AS (1982), Indonesian Senior Executive Program VI di Insead-Fountain- Bleau, Prancis (1981) dan Managing Strategic Changes di Imede-LPPM, Jakarta (1981).
Penggemar musik klasik dan pop serta olahraga jogging, renang, dan bulu tangkis, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, pukul 06.06, 5 November 2005. Disemayamkan di rumah duka di RSPAD Gatot Subroto, Jl Abdul Rahman Saleh No 24, Kwini, Senen, Jakarta Pusat. Setelah dilakukan Misa Requiem, tiga hari berturut-turut, 6, 7 dan 8 November 2005, jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu 9 November 2005, pukul 09.30 Wib.
Panca Cita
Ketika banyak perusahaan belum menyadari arti penting dari suatu visi dan misi perusahaan, ia telah menciptakan Panca Cita Matari yang akan menjadi suluh penerang bagi perjalanan bisnisnya. Panca Cita ini diberlakukan pada saat Matari berusia sembilan tahun dan Ken Sudarto berusia 38 tahun.
Kelima cita yang menjadi pematok langkah Matari sarat dengan idealisme, profesionalisme, dan semangat kekeluargaan. Cita pertamanya: Berpartisipasi dalam pembangunan nasional dengan penuh rasa tanggung jawab. Pendiri Matari sangat menyadari sebagai perusahaan yang beroperasi di negara berkembang, perusahaan ikut bertanggung jawab dalam upaya perwujudan suatu masyarakat Indonesia yang sejahtera, kami akan secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional, terutama dalam bidang periklanan.
Cita kedua: Mengabdi kepentingan masyarakat. Kegiatan Matari dalam bidang periklanan akan dilakukan secara kreatif, menciptakan karya yang bermutu, jujur, serasi dengan lingkungan, sehingga sungguh-sungguh mencerminkan pengabdian kepada kepentingan masyarakat.
Cita ketiga: Menciptakan suasana kerja yang dilandasi rasa kekeluargaan. Dari awal Matari dirancang sebagai suatu keluarga besar yang dipadukan dalam satu organisasi bisnis. Di mana perusahaan akan senantiasa memperjuangkan terciptanya suasana kerja yang sesuai dan menyenangkan menuju peningkatan taraf ketrampilan dan kehidupan.
Cita keempat: Menghasilkan pendapatan yang dapat membiayai pengembangan dan kelangsungan hidup perusahaan. Berikutnya demi kelangsungan hidupnya perusahaan, menjadi penting untuk terus menerus mengusahakan tercapainya pendapatan yang mampu memenuhi pembiayaan kegiatan bisnis, menyediakan tercapainya pendapatan yang mampu memenuhi pembiayaan kegiatan bisnis, menyediakan laba untuk para pemegang saham, serta melakukan investasi untuk perluasan usaha.
Cita kelima: Memberikan kesempatan kepada setiap warganya untuk maju dan berkembang. Untuk menjamin adanya kegairahan dan ketentraman kerja, perusahaan akan memberikan imbalan yang wajar serta kesempatan yang sama untuk maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan kami masing-masing.
Kelima cita ini telah menjadi pembimbing tindak dari Matari Advertising dalam setiap langkahnya. "Panduan semacam ini memungkinkan Matari memiliki nilai-nilai ideologis yang akan terus membimbingnya ke masa depan," tutur Aswan Soendojo, yang menerima tongkat estafet untuk melanjutkan kepemimpinan di Matari.(Sumber: jawaban.com)
Kegigihan ken Sudarto dalam membangun Matari Advertising disektor periklanan memang sudah tampak dari masa kecilnya. Ia berusaha melawan semua rintangan dan halangan yang menerpa kehidupannya. Ketika ia mengalami jatuh bangun, ia segera bangkit untuk mengatasinya. Selain itu, ia tidak pernah berputus asa untuk membawa nama perusahaan yang dikendalikannya menjadi besar. Sebuah perjalanan hidup yang patut dicontoh dari seorang tokoh yang membagikan kiat-kiat menjadi orang sukses. Semoga bermanfaat, jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
Kesuksesan yang telah diraih oleh Ken Sudarto memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kiat-kita menjadi orang sukses pada saat kita merasakan jatuh bangun, penuh dengan kepahitan dan kegetiran. Roda kehidupan beliau saat kecil tidaklah begitu mulus. Tetapi beliau terbiasa kerja keras untuk meraih cita-citanya menjadi pengusaha sukses Indonesia. Selanjutnya silakan ikuti paparan artikel berikut ini.
Kenneth Tjahjady Sudarto
Dia tokoh periklanan Indonesia. Bahkan pantas digelari legenda hidup periklanan Indonesia. Ken, panggilan akrab Kenneth Tjahjady Sudarto, salah seorang perintis periklanan Indonesia. Pendiri Matari Advertising, ini memulai usahanya dari garasi di kawasan Cideng sampai memiliki gedung megah Puri Matari di segitiga emas Kuningan.
Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 16 Maret 1942, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, pukul 06.06, 5 November 2005.
Ken meninggal setelah setahun lebih berjuang melawan penyakit lymphoma (kanker kelenjar getah bening). Dia meninggalkan seorang isteri, Sylvie Febryanti Sudarto, dan tiga anak Michael Dirgo Sudarto, Glenn Ario Sudarto dan Cynthia Anggraini Sudarto, serta tiga orang cucu Allegra Divya, Alexa Kirana, dan Tristan Ario.
Jenazah Presiden Komisaris Kelompok Matari Advertising itu tiba di Bandara Soekarno Hatta dari Singapura sekitar pukul 20.00, Sabtu 5 November 2005. Selanjutnya dibawa ke Puri Matari di kawasan Kuningan. Di sana para karyawan dan staf memberikan penghormatan terakhir. Setelah itu, iring-iringan mobil jenazah menuju ke rumah almarhum di Jl Kemang Timur IV. Selanjutnya dibawa ke rumah duka di RSPAD Gatot Subroto, Jl Abdul Rahman Saleh No 24, Kwini, Senen, Jakarta Pusat.
Tampaknya, sampai ajal menjemputnya dia terus berjuang. Sebelum meninggal, dari CCU Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, Ken mengirim SMS kepada stafnya berbunyi: "Hidup adalah bagaikan bendera perang. Kadang-kadang berkibar megah, menantang. Kadang-kadang kotor, robek-robek, dan hampir jatuh ke tangan musuh. Tapi harus tetap dipertahankan dengan gagah berani, sampai ke tangan Tuhan".
Perjuangannya dalam dunia periklanan dimulai dari garasi di kawasan Cideng dengan dua orang pegawai. Sebelum mendirikan Matari (Agency Representative Matari Advertising, 1970-1971), Ken meniti karir sebagai Manager US Summit Corporation (1964-1968), Wiraswasta (1968-1969) dan Staf Lokal Ubersee Handel AG (1969-1970). Kemudian sejak 1971 dia menjabat Presiden Direktur Matari Inc, perusahaan periklanan yang semula bekerjasama dengan Mark Lean Advertising. Setelah dua tahun kemudian memisahkan diri.
Kemudian Matari sepenuhnya menggunakan tenaga ahli Indonesia, karena menganggap merekalah yang lebih mengenal negeri ini. Modalnya juga domestik.
Kenneth Sudarto-Matari AdvertisingSempat mengalami masa sulit tahun 1975-1976, lantaran dia mencoba berspekulasi di luar bidang periklanan. Lalu mendapat bantuan dari klien lama. PT Astra dan Konimex dengan membayar di muka, serta harian Sinar Harapan dan Surabaya Post bersedia menunda penagihan. Ditambah lagi suntikan modal dari Paul Karmadi, temannya sejak kecil, dengan membeli 30% dari seluruh saham.
Perusahaan ini kemudian berkembang pesat., menjadi biro iklan paling lengkap di Indonesia. Matari Inc ini memiliki studio foto, amphi-theater, studio rekaman modern, perpustakaan, dan fasilitas komputer.
Juga memiliki kantor di gedung sendiri, Puri Matahari berlantai empat, di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Serta mempekerjakan sekitar 200 karyawan.
Biro iklan ini setidaknya melayani sekitar 30-an klien setiap tahun. Di antaranya Toyota, Mitsubishi, Honda, Daihatsu, SIA, Cathay, Garuda, Fuji, Kodak, National, Sony, ITT, Unilever, BCA, dan lain-lain. Dari setiap klien, Matari menarik agency fee 15%sampai 20%.
Sulung dari lima bersaudara (Ken, Imelda, Berty, Liza dan Bambang), putera dari So Ping Hian (ayah) dan Setiawati K Sudarto (lo Bie Lan, Ibu) pedagang kelontong, ini lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 16 Maret 1942. Mengecap pendidikan SR, Jalan Sabang, Jakarta (1954), SMP Kanisius, Jakarta (1957) dan SMAK I, Jakarta (1960).
Sempat kuliah di FE UI, Jakarta, sampai tingkat IV, 1965. Kemudian belajar manajemen (Smaller Company Management Program) di Harvard Business School, AS (1982), Indonesian Senior Executive Program VI di Insead-Fountain- Bleau, Prancis (1981) dan Managing Strategic Changes di Imede-LPPM, Jakarta (1981).
Penggemar musik klasik dan pop serta olahraga jogging, renang, dan bulu tangkis, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, pukul 06.06, 5 November 2005. Disemayamkan di rumah duka di RSPAD Gatot Subroto, Jl Abdul Rahman Saleh No 24, Kwini, Senen, Jakarta Pusat. Setelah dilakukan Misa Requiem, tiga hari berturut-turut, 6, 7 dan 8 November 2005, jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu 9 November 2005, pukul 09.30 Wib.
Panca Cita
Ketika banyak perusahaan belum menyadari arti penting dari suatu visi dan misi perusahaan, ia telah menciptakan Panca Cita Matari yang akan menjadi suluh penerang bagi perjalanan bisnisnya. Panca Cita ini diberlakukan pada saat Matari berusia sembilan tahun dan Ken Sudarto berusia 38 tahun.
Kelima cita yang menjadi pematok langkah Matari sarat dengan idealisme, profesionalisme, dan semangat kekeluargaan. Cita pertamanya: Berpartisipasi dalam pembangunan nasional dengan penuh rasa tanggung jawab. Pendiri Matari sangat menyadari sebagai perusahaan yang beroperasi di negara berkembang, perusahaan ikut bertanggung jawab dalam upaya perwujudan suatu masyarakat Indonesia yang sejahtera, kami akan secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional, terutama dalam bidang periklanan.
Cita kedua: Mengabdi kepentingan masyarakat. Kegiatan Matari dalam bidang periklanan akan dilakukan secara kreatif, menciptakan karya yang bermutu, jujur, serasi dengan lingkungan, sehingga sungguh-sungguh mencerminkan pengabdian kepada kepentingan masyarakat.
Cita ketiga: Menciptakan suasana kerja yang dilandasi rasa kekeluargaan. Dari awal Matari dirancang sebagai suatu keluarga besar yang dipadukan dalam satu organisasi bisnis. Di mana perusahaan akan senantiasa memperjuangkan terciptanya suasana kerja yang sesuai dan menyenangkan menuju peningkatan taraf ketrampilan dan kehidupan.
Cita keempat: Menghasilkan pendapatan yang dapat membiayai pengembangan dan kelangsungan hidup perusahaan. Berikutnya demi kelangsungan hidupnya perusahaan, menjadi penting untuk terus menerus mengusahakan tercapainya pendapatan yang mampu memenuhi pembiayaan kegiatan bisnis, menyediakan tercapainya pendapatan yang mampu memenuhi pembiayaan kegiatan bisnis, menyediakan laba untuk para pemegang saham, serta melakukan investasi untuk perluasan usaha.
Cita kelima: Memberikan kesempatan kepada setiap warganya untuk maju dan berkembang. Untuk menjamin adanya kegairahan dan ketentraman kerja, perusahaan akan memberikan imbalan yang wajar serta kesempatan yang sama untuk maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan kami masing-masing.
Kelima cita ini telah menjadi pembimbing tindak dari Matari Advertising dalam setiap langkahnya. "Panduan semacam ini memungkinkan Matari memiliki nilai-nilai ideologis yang akan terus membimbingnya ke masa depan," tutur Aswan Soendojo, yang menerima tongkat estafet untuk melanjutkan kepemimpinan di Matari.(Sumber: jawaban.com)
Kegigihan ken Sudarto dalam membangun Matari Advertising disektor periklanan memang sudah tampak dari masa kecilnya. Ia berusaha melawan semua rintangan dan halangan yang menerpa kehidupannya. Ketika ia mengalami jatuh bangun, ia segera bangkit untuk mengatasinya. Selain itu, ia tidak pernah berputus asa untuk membawa nama perusahaan yang dikendalikannya menjadi besar. Sebuah perjalanan hidup yang patut dicontoh dari seorang tokoh yang membagikan kiat-kiat menjadi orang sukses. Semoga bermanfaat, jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
Profil Pengusaha Sukses Indonesia - Naomi Susilowati Setiono
Profil pengusaha sukses Indonesia kali ini adalah tokoh yang mempunyai keinginan kuat untuk memajukan dunia batik Lasem sebagai kerajinan asli Indonesia yang bernilai tinggi, baik di mata lokal atau manca negara. Suka maupun duka dalam mengembangkan batik Lasem atau Laseman sudah dirasakan oleh wanita ini. Walaupun dibesarkan dari keluarga terpandang, tetapi tidak membuat beliau tinggi hati, justru sebaliknya, ia selalu berlaku baik kepada siapa saja. Namun, setelah sekitar satu atau dua tahun ia lulus dari sekolah Apoteker di Semarang, beliau mendapatkan teguran dari orang tuanya. Ia dikucilakn dari pihak keluarga. Padahal ketika itu umurnya baru 20 tahunan.
Setelah dikeluarkan dari keluarga, kemuadian Baomi hengkang ke kabupaten Kudus. Di mana pada saat itu keadaan cukup sulit, namun beliau sebagai gadis remaja berani banting tulang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Buktinya beliau tidak malu menekuni pekerjaannya sebagai tukang cuci pakaian. Kemudian ia beralih lagi beberapa pekerjaan hingga pada puncaknya beliau menemukan jati dirinya sebagai seorang pengusaha yang mandiri. Marilah kita ikuti kisah profil pengusaha sukses Indonesia ini.
Naomi Susilowati Setiono
Sebelum sukses menjadi pengusaha, Naomi wanita sederhana ini juga pernah menjalani hidupnya sebagai tukang cuci baju, pemotong batang rokok, kernet bus antar kota dan akhirnyaa menjadi pengrajin batik lasem.Kegetiran hidup tak menyurutkan perjuangan Naomi Susilowati Setiono (46) dalam menjalani kesehariannya. Dengan berapi-api, wanita sederhana ini menuturkan kisah hidupnya yang diawali sebagai tukang cuci baju, pemotong batang rokok, kernet bus antarkota, dan akhirnya menjadi pengusaha serta perajin batik lasem.
Hingga tak heran, rekan-rekannya memintanya untuk menjadi ketua cluster batik lasem, yang hingga kini belum diberi nama. Dalam waktu dekat, cluster ini akan dinamai menjadi semacam asosiasi perajin/pengusaha batik lasem.
Semua ini karena kebaikan Tuhan, ujarnya mensyukuri perbaikan hidup yang dialaminya. Meski bukan pengusaha batik nomor wahid di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, perempuan peranakan Tionghoa ini sangat terkenal di dunia perbatikan, khususnya batik lasem.
Jenis batik lasem (atau laseman) yang perkembangannya jauh tertinggal dibanding batik solo dan yogya ini terus digeluti, meski masih menggunakan peralatan tradisional. Naomi yang memimpin Batik Tulis Tradisional Laseman Maranatha di Jalan Karangturi I/I Lasem, Rembang, ini mengerahkan 30 perajin guna mendukung usahanya.
Selain mengemban status single parent, Naomi terkenal aktif sebagai pendeta di gereja setempat. Bahkan, akhir-akhir ini ia disibukkan dengan mengisi seminar maupun pemaparan ke berbagai instansi mengenai seluk-beluk batik lasem.
Ia juga tengah merintis pengaderan perajin batik ke sekolah-sekolah secara gratis. Kalau tidak kami sendiri yang mengader, siapa lagi? Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, ujarnya.
Naomi mengaku pernah melontarkan gagasannya kepada Bupati Rembang Hendarsono (saat itu) untuk menyisipkan cara membatik ke dalam pelajaran muatan lokal. Sayangnya, ide ini tak ditanggapi dan dianggap tidak bisa berhasil.
Akhirnya, ia langsung turun ke sekolah-sekolah untuk menyampaikan gagasannya itu. Kini, ia masih menunggu tanggapan dari sekolah-sekolah. Jika masalah tempat, saya bisa meminjam balai desa, tak perlu keluar uang, ujarnya.
Meski sangat sibuk, produktivitasnya tak berubah. Setiap bulan Naomi dan rekan-rekan pekerja di tempatnya menghasilkan rata-rata 150 potong batik tulis. Batik-batik bermotif akulturasi budaya Cina dan Jawa ini dikirim ke berbagai daerah, seperti Serang (Banten), Medan (Sumut), dan Surabaya (Jatim).
Naomi menjelaskan, usaha batik yang digeluti sejak tahun 1990 ini merupakan limpahan dari orangtua. Namun, ia tidak semata-mata menerima begitu saja.
Pada tahun 1980, lulusan Sekolah Menengah Apoteker Theresiana Semarang ini mendapatkan masalah sehingga dikucilkan dari keluarga yang saat itu terpandang di wilayahnya. Ditolak dari keluarga yang telah mengasuhnya 21 tahun itu mau tak mau harus diterimanya. Ia pun pindah ke Kabupaten Kudus.
Di tempat ini ia menyingsingkan lengan baju dan bekerja sebagai pencuci pakaian. Tergiur penghasilan yang lebih tinggi, ia pindah sebagai buruh pemotong batang rokok di Pabrik Djarum Kudus.
Karena kurang cekatan, ia hanya mendapatkan penghasilan yang sedikit, Rp 375 per hari. Padahal teman-teman dapat memotong rokok berkarung-karung, bisa mendapat uang Rp 2.000-an, ujar lulusan Sekolah Tinggi Theologia Lawang, Jatim, ini.
Ia hengkang dan berpindah sebagai kernet bus Semarang-Lasem. Singkat cerita, orangtuanya memintanya kembali ke Lasem. Itu pun dengan berbagai cemooh. Saya ditempatkan di bawah pembantu. Mau minta air dan makan ke pembantu. Saya juga tidak boleh memasuki rumah besar, ujarnya.
Perlakuan ini ia terima dengan lapang dada. Sedikit demi sedikit ia mempelajari cara pembuatan batik lasem. Mulai dari desain, memegang canting, melapisi kain dengan malam, hingga memberi pewarnaan diperhatikannya dengan saksama.
Hingga suatu hari, tahun 1990, orangtuanya memutuskan tinggal dengan adik-adiknya di Jakarta. Usaha batik tidak ada yang meneruskan. Dari titik inilah Naomi dipercaya untuk melanjutkan usaha batik warisan turun-temurun ini.
Kesempatan ini digunakan Naomi untuk mengubah sistem dan aturan main bagi pekerjanya. Ia memberi kesempatan kepada perajin untuk menunaikan ibadah shalat. Sesuai kewajiban yang ingin mereka jalankan, saya memberikannya. Ini salah satu sistem baru yang saya terapkan, ujarnya yang pernah bercita-cita sebagai arkeolog.
Suasana kerja juga bukan lagi atasan dan bawahan. Ia menganggap perajin adalah rekan usaha yang sama-sama membutuhkan dan menguntungkan. Jika siang hari turun tangan dalam memproses batik, malam hari digunakannya untuk membuat desain.
Ibu dari Priskila Renny (23) dan Gabriel Alvin Prianto (17) ini masih tetap eksis di dunia perbatikan. Perlahan namun pasti, batik lasem mulai menggeliat dan dilirik kembali oleh para pencinta batik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. (sumber: Kompas, 23 Januari 2006)
Itulah gambaran kehidupan seorang pengusaha wanita Indonesia, Naomi Susilowati Setiono. Kesuksesan yang dimilikinya untuk membangun usaha pembuatan batik Lasem Marantha patut diacungi jempol. Ia berhasil membuktikan segala usaha yang ditempuh dengan kerja keras dan pantang menyerah pasti akan memetik hasil yang manis. Ditambah pula dengan keinginannya yang kuat untuk memajukan dunia perbatikan yang ada di Indonesia agar bersinar kembali. Atas kecintaannya yang mendalam terhadap pekerjaan membatik, membuat dirinya sadar akan kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan. Sukses selalu untuk Naomi Susilowati Setiono dan teruslah berkarya! Semoga profil pengusaha sukses Indonesia kali ini bisa menambah wawasan anda dan lebih mengangkat usaha di bidang kebudayaan bangsa Indonesia. Jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
Setelah dikeluarkan dari keluarga, kemuadian Baomi hengkang ke kabupaten Kudus. Di mana pada saat itu keadaan cukup sulit, namun beliau sebagai gadis remaja berani banting tulang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Buktinya beliau tidak malu menekuni pekerjaannya sebagai tukang cuci pakaian. Kemudian ia beralih lagi beberapa pekerjaan hingga pada puncaknya beliau menemukan jati dirinya sebagai seorang pengusaha yang mandiri. Marilah kita ikuti kisah profil pengusaha sukses Indonesia ini.
Naomi Susilowati Setiono
Sebelum sukses menjadi pengusaha, Naomi wanita sederhana ini juga pernah menjalani hidupnya sebagai tukang cuci baju, pemotong batang rokok, kernet bus antar kota dan akhirnyaa menjadi pengrajin batik lasem.Kegetiran hidup tak menyurutkan perjuangan Naomi Susilowati Setiono (46) dalam menjalani kesehariannya. Dengan berapi-api, wanita sederhana ini menuturkan kisah hidupnya yang diawali sebagai tukang cuci baju, pemotong batang rokok, kernet bus antarkota, dan akhirnya menjadi pengusaha serta perajin batik lasem.
Hingga tak heran, rekan-rekannya memintanya untuk menjadi ketua cluster batik lasem, yang hingga kini belum diberi nama. Dalam waktu dekat, cluster ini akan dinamai menjadi semacam asosiasi perajin/pengusaha batik lasem.
Semua ini karena kebaikan Tuhan, ujarnya mensyukuri perbaikan hidup yang dialaminya. Meski bukan pengusaha batik nomor wahid di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, perempuan peranakan Tionghoa ini sangat terkenal di dunia perbatikan, khususnya batik lasem.
Jenis batik lasem (atau laseman) yang perkembangannya jauh tertinggal dibanding batik solo dan yogya ini terus digeluti, meski masih menggunakan peralatan tradisional. Naomi yang memimpin Batik Tulis Tradisional Laseman Maranatha di Jalan Karangturi I/I Lasem, Rembang, ini mengerahkan 30 perajin guna mendukung usahanya.
Selain mengemban status single parent, Naomi terkenal aktif sebagai pendeta di gereja setempat. Bahkan, akhir-akhir ini ia disibukkan dengan mengisi seminar maupun pemaparan ke berbagai instansi mengenai seluk-beluk batik lasem.
Ia juga tengah merintis pengaderan perajin batik ke sekolah-sekolah secara gratis. Kalau tidak kami sendiri yang mengader, siapa lagi? Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, ujarnya.
Naomi mengaku pernah melontarkan gagasannya kepada Bupati Rembang Hendarsono (saat itu) untuk menyisipkan cara membatik ke dalam pelajaran muatan lokal. Sayangnya, ide ini tak ditanggapi dan dianggap tidak bisa berhasil.
Akhirnya, ia langsung turun ke sekolah-sekolah untuk menyampaikan gagasannya itu. Kini, ia masih menunggu tanggapan dari sekolah-sekolah. Jika masalah tempat, saya bisa meminjam balai desa, tak perlu keluar uang, ujarnya.
Meski sangat sibuk, produktivitasnya tak berubah. Setiap bulan Naomi dan rekan-rekan pekerja di tempatnya menghasilkan rata-rata 150 potong batik tulis. Batik-batik bermotif akulturasi budaya Cina dan Jawa ini dikirim ke berbagai daerah, seperti Serang (Banten), Medan (Sumut), dan Surabaya (Jatim).
Naomi menjelaskan, usaha batik yang digeluti sejak tahun 1990 ini merupakan limpahan dari orangtua. Namun, ia tidak semata-mata menerima begitu saja.
Pada tahun 1980, lulusan Sekolah Menengah Apoteker Theresiana Semarang ini mendapatkan masalah sehingga dikucilkan dari keluarga yang saat itu terpandang di wilayahnya. Ditolak dari keluarga yang telah mengasuhnya 21 tahun itu mau tak mau harus diterimanya. Ia pun pindah ke Kabupaten Kudus.
Di tempat ini ia menyingsingkan lengan baju dan bekerja sebagai pencuci pakaian. Tergiur penghasilan yang lebih tinggi, ia pindah sebagai buruh pemotong batang rokok di Pabrik Djarum Kudus.
Karena kurang cekatan, ia hanya mendapatkan penghasilan yang sedikit, Rp 375 per hari. Padahal teman-teman dapat memotong rokok berkarung-karung, bisa mendapat uang Rp 2.000-an, ujar lulusan Sekolah Tinggi Theologia Lawang, Jatim, ini.
Ia hengkang dan berpindah sebagai kernet bus Semarang-Lasem. Singkat cerita, orangtuanya memintanya kembali ke Lasem. Itu pun dengan berbagai cemooh. Saya ditempatkan di bawah pembantu. Mau minta air dan makan ke pembantu. Saya juga tidak boleh memasuki rumah besar, ujarnya.
Perlakuan ini ia terima dengan lapang dada. Sedikit demi sedikit ia mempelajari cara pembuatan batik lasem. Mulai dari desain, memegang canting, melapisi kain dengan malam, hingga memberi pewarnaan diperhatikannya dengan saksama.
Hingga suatu hari, tahun 1990, orangtuanya memutuskan tinggal dengan adik-adiknya di Jakarta. Usaha batik tidak ada yang meneruskan. Dari titik inilah Naomi dipercaya untuk melanjutkan usaha batik warisan turun-temurun ini.
Kesempatan ini digunakan Naomi untuk mengubah sistem dan aturan main bagi pekerjanya. Ia memberi kesempatan kepada perajin untuk menunaikan ibadah shalat. Sesuai kewajiban yang ingin mereka jalankan, saya memberikannya. Ini salah satu sistem baru yang saya terapkan, ujarnya yang pernah bercita-cita sebagai arkeolog.
Suasana kerja juga bukan lagi atasan dan bawahan. Ia menganggap perajin adalah rekan usaha yang sama-sama membutuhkan dan menguntungkan. Jika siang hari turun tangan dalam memproses batik, malam hari digunakannya untuk membuat desain.
Ibu dari Priskila Renny (23) dan Gabriel Alvin Prianto (17) ini masih tetap eksis di dunia perbatikan. Perlahan namun pasti, batik lasem mulai menggeliat dan dilirik kembali oleh para pencinta batik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. (sumber: Kompas, 23 Januari 2006)
Itulah gambaran kehidupan seorang pengusaha wanita Indonesia, Naomi Susilowati Setiono. Kesuksesan yang dimilikinya untuk membangun usaha pembuatan batik Lasem Marantha patut diacungi jempol. Ia berhasil membuktikan segala usaha yang ditempuh dengan kerja keras dan pantang menyerah pasti akan memetik hasil yang manis. Ditambah pula dengan keinginannya yang kuat untuk memajukan dunia perbatikan yang ada di Indonesia agar bersinar kembali. Atas kecintaannya yang mendalam terhadap pekerjaan membatik, membuat dirinya sadar akan kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan. Sukses selalu untuk Naomi Susilowati Setiono dan teruslah berkarya! Semoga profil pengusaha sukses Indonesia kali ini bisa menambah wawasan anda dan lebih mengangkat usaha di bidang kebudayaan bangsa Indonesia. Jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
Kisah Wirausahawan Sukses - Au Bintoro
Kisah wirausahawan sukses ini adalah seorang manusia yang mendapatkan kelebihan dari sang Pencipta. Mengapa tidak, berkat tangan dinginnya ia mampu mengubah perabot rumah tangga yang dikenal dahulu sulit untuk mengangkutnya, tapi ditangannya perabot rumah tangga itu disulap menjadi produk yang dapat dibongkar pasang.
Kisah wirausahawan sukses ini dibesarkan dari keluarga yang sederhana membuat beliau hidup apa adanya. Sejak kecil anak ke-3 dari 11 bersaudara ini sudah ringan tangan.Buktinya ia selalu membantu orang tuanya bekerja. Namun, beliau tidak lama tinggal di tanah kelahirannya. Di saat usianya masih anak-anak, beliau bersama saudaranya pindah ke kota Bogor. Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti dan simak kisah sukses pengusaha berikut ini.
Au Bintoro
Kisah sukses Au Bintoro, pendiri Olympic Furniture, diawali tahun 1980. Ketika itu ia merasa bahwa toko furniture terlalu membebani konsumennya dengan ongkos kirim yang begitu besar. Mahalnya ongkos kirim itu disebabkan karena beratnya produk furniture sehingga untuk mengangkatnya dibutuhkan beberapa orang pekerja, selain itu pengusaha furniture tidak dapat membawa banyak barang sekaligus—satu truk kecil hanya bisa mengangkut beberapa meja belajar saja—sehingga tidak efesien. Bayangkan bila meja-meja tersebut harus diantarkan ke alamat pelanggan yang berada di pelosok-pelosok daerah, bukan tidak mungkin ongkos kirimnya lebih mahal dari harga meja itu sendiri.
Au yang ketika itu masih berprofesi sebagai pembuat box speaker memutar keras otaknya agar bisa menemukan meja belajar yang lebih praktis, ringan, dan bisa diangkut dalam jumlah yang lebih banyak dalam satu truk. Au memiliki ide untuk membuat sebuah meja yang dapat dibongkar pasang. Dengan ide ini ia berharap pengangkutan meja jadi lebih mudah dan murah. Namun ia menemukan masalah, penggunaan kayu yang berat bobotnya menyebabkan timbul kesulitan membuat pasak-pasak yang cukup kuat untuk merekatkan bagian-bagian meja.
Ia kemudian mencoba-coba membuat meja dari bahan baku box speaker yang dimilikinya, dan ternyata sukses. Ia mampu menciptakan meja yang lebih kecil, ringan, dan mudah dibongar pasang. Meja belajar baru itu tersusun dari serpihan-serpihan papan partikel dengan perekat sekrup yang bisa di cucuk-cabut. Setiap bagian diberi tanda khusus untuk mencocokkannya dengan bagian lain. Ini mirip dengan mainan bongkar pasang anak-anak.
Produk ini selain mudah dibawa ternyata juga memberikan keuntungan lain bagi penjualnya, yaitu memperkecil biaya penggudangan (storage cost) karena penjual hanya perlu merakit satu produk saja sebagai display, sementara produk yang digudang dibiarkan dalam keadaan terbongkar sehingga tidak memakan banyak ruang.
Walau begitu Au belum memiliki cukup nyali untuk menjualnya secara massal, dan lebih memilih untuk menjualnya berdasarkan pesanan. Suatu hari seorang konsumen memesan meja itu dalam jumlah ribuan. Au girangnya bukan main. Setelah harga disepakati, pengerjaan meja itu dilakukan 24 jam nonstop agar selesai tepat waktu.
Namun malang di tengah jalan order itu diputus secara sepihak. Akibatnya Au terpaksa menumpuk produk dan bahan baku yang tersisa di gudang. Setelah menunggu tanpa kepastian, Au nekad menjual meja pesanana itu ke toko-toko furniture. Ternyata meja-meja itu laku keras dan habis terjual. Ini membuat Au semakin percaya bahwa konsumen telah lama menantikan sebuah meja belajar yang lebih praktis seperti buatannya. Pada tahun 1983, Au benar-benar menekuni bidang furniture dan meninggalkan profesinya sebagai pembuat box speaker. Setahun sebelumnya dia meresmikan sebuah pabrik Cahaya Sakti Multi Intraco yang khusus memproduksi meja (menyusul kemudian tempat tidur, meja serbaguna, lemari hias, lemari pakaian, rak televisi, meja kantor, dan hampir semua jenis furniture.
Au menamai merek produknya “Olympic Furniture” karena terinspirasi dengan Olimpiade XXIII yang berlangsung di Los Angeles pada 1984. Au mengutip ajang olahraga tersebut sebagai label dengan harapan Olympic dapat bergaung sehebat olimpiade yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Inspirasi ini dikemudian hari menguntungkan Au karena konsumen lokal mengenalinya sebagai produk impor meskipun sebenarnya serpihan-serpihan perabot itu semuanya dibuat di Bogor dengan tenaga kerja lokal.
Pada tahun 1997, seperti kebanyakan pengusaha lain, Au mengalami goncangan dahsyat akibat Krisis Moneter yang melanda Indonesia ketika itu. Ongkos pembelian bahan baku membengkak gila-gilaan dan karyawan menginginkan kenaikan gaji, sementara rata-rata 5 dari 10 konsumen membatalkan membelian. Bisnis Au mengalami masa-masa paling suram dan hampir semua rencana besar terbengkalai begitu saja. Gara-gara krisis pula Au terpaksa menjual separuh lahan beserta gedung di daerah Sentul Jawa Barat yang awalnya direncanakan sebagai pusat produksi terpadu, mulai dari pengolahan kayu hingga finishing.
Au mendapatkan ide lain untuk mengatasi masalah ini. Bila sebelumnya ia hanya mengandalkan toko-toko furniture untuk menjual produknya, kini ia bekerja sama dengan peritel besar seperti Carrefour dan Giant. Ia juga bekerjasama dengan gerai kredit Columbia agar konsumen lebih mudah mendapatkan dana untuk membeli produknya. Strategi ini berhasil mengembalikan penjualan Olympic ke tingkat semula, bahkan lebih.
Memasuki tahun 2003 ia menggandeng perusahan furniture asal Jerman, Garant Mobel International dan bersama-sama mendirikan Garant Mobel Indonesia (GMI) dengan 75% saham dimiliki Olympic. GMI bertindak sebagai pemberi hak waralaba yang menghubungkan pemasok dan para peritel mebel merek Garant asal Jerman, dan merek kelas atas milik Olympic. Usaha ini menciptakan merek baru MER yang diwaralabakan dengan biaya minimal Rp.500 juta beserta show room seluas 100 meter persegi. Kerja sama ini menjadikan Au sebagai peritel furniture pertama di Indonesia.
Au juga mulai mengibarkan merek-merek baru untuk menguasai pasar, misalnya Solid Furniture, Albatros, Procella, Olympia, dan furniture berharga murah Jaliteng. Diversifikasi produk itu dibuat berdasarkan daya beli target market-nya. Albartos misalnya mencoba menampilkan desain klasik dan minimalis yang disesuaikan dengan tren perkembangan desain rumah masyarakat kelas atas yang berselera ala Eropa dan Asia modern.(Sumber: noveloke.com)
Au merupakan kisah wirausahawan sukses yang mempunyai harapan besar agar usaha yang telah dirintisnya mampu bertahan dan bersaing agar menghasilkan perusahaan yang berkualitas terbaik. Semua ini adalah berkat kerja keras, kegigihan, dan pantang menyerah yang tercermin dalam sosoknya. Au Bintoro adalah pelopor industri furniture Indonesia yang sangat dikenal semua kalangan, baik dari tingkat office boy sampai direktur perusahaan. Dengan membawa visi yang diembannya, maka tumbuhlah perusahaan yang mampu merajai kelas dunia. Selain itu dengan membawa merek olympic furnitue, Au semakin memimpin di puncak perbisnisan furniture yang ada di Indonesia. Akhirnya saya berharap agar pembaca sekalian bisa memetik makna dari perjalanan kisah sukses wirausahawan di atas. Jaga terus semangat entrepreneurship, salam sukses selalu!
Kisah wirausahawan sukses ini dibesarkan dari keluarga yang sederhana membuat beliau hidup apa adanya. Sejak kecil anak ke-3 dari 11 bersaudara ini sudah ringan tangan.Buktinya ia selalu membantu orang tuanya bekerja. Namun, beliau tidak lama tinggal di tanah kelahirannya. Di saat usianya masih anak-anak, beliau bersama saudaranya pindah ke kota Bogor. Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti dan simak kisah sukses pengusaha berikut ini.
Au Bintoro
Kisah sukses Au Bintoro, pendiri Olympic Furniture, diawali tahun 1980. Ketika itu ia merasa bahwa toko furniture terlalu membebani konsumennya dengan ongkos kirim yang begitu besar. Mahalnya ongkos kirim itu disebabkan karena beratnya produk furniture sehingga untuk mengangkatnya dibutuhkan beberapa orang pekerja, selain itu pengusaha furniture tidak dapat membawa banyak barang sekaligus—satu truk kecil hanya bisa mengangkut beberapa meja belajar saja—sehingga tidak efesien. Bayangkan bila meja-meja tersebut harus diantarkan ke alamat pelanggan yang berada di pelosok-pelosok daerah, bukan tidak mungkin ongkos kirimnya lebih mahal dari harga meja itu sendiri.
Au yang ketika itu masih berprofesi sebagai pembuat box speaker memutar keras otaknya agar bisa menemukan meja belajar yang lebih praktis, ringan, dan bisa diangkut dalam jumlah yang lebih banyak dalam satu truk. Au memiliki ide untuk membuat sebuah meja yang dapat dibongkar pasang. Dengan ide ini ia berharap pengangkutan meja jadi lebih mudah dan murah. Namun ia menemukan masalah, penggunaan kayu yang berat bobotnya menyebabkan timbul kesulitan membuat pasak-pasak yang cukup kuat untuk merekatkan bagian-bagian meja.
Ia kemudian mencoba-coba membuat meja dari bahan baku box speaker yang dimilikinya, dan ternyata sukses. Ia mampu menciptakan meja yang lebih kecil, ringan, dan mudah dibongar pasang. Meja belajar baru itu tersusun dari serpihan-serpihan papan partikel dengan perekat sekrup yang bisa di cucuk-cabut. Setiap bagian diberi tanda khusus untuk mencocokkannya dengan bagian lain. Ini mirip dengan mainan bongkar pasang anak-anak.
Produk ini selain mudah dibawa ternyata juga memberikan keuntungan lain bagi penjualnya, yaitu memperkecil biaya penggudangan (storage cost) karena penjual hanya perlu merakit satu produk saja sebagai display, sementara produk yang digudang dibiarkan dalam keadaan terbongkar sehingga tidak memakan banyak ruang.
Walau begitu Au belum memiliki cukup nyali untuk menjualnya secara massal, dan lebih memilih untuk menjualnya berdasarkan pesanan. Suatu hari seorang konsumen memesan meja itu dalam jumlah ribuan. Au girangnya bukan main. Setelah harga disepakati, pengerjaan meja itu dilakukan 24 jam nonstop agar selesai tepat waktu.
Namun malang di tengah jalan order itu diputus secara sepihak. Akibatnya Au terpaksa menumpuk produk dan bahan baku yang tersisa di gudang. Setelah menunggu tanpa kepastian, Au nekad menjual meja pesanana itu ke toko-toko furniture. Ternyata meja-meja itu laku keras dan habis terjual. Ini membuat Au semakin percaya bahwa konsumen telah lama menantikan sebuah meja belajar yang lebih praktis seperti buatannya. Pada tahun 1983, Au benar-benar menekuni bidang furniture dan meninggalkan profesinya sebagai pembuat box speaker. Setahun sebelumnya dia meresmikan sebuah pabrik Cahaya Sakti Multi Intraco yang khusus memproduksi meja (menyusul kemudian tempat tidur, meja serbaguna, lemari hias, lemari pakaian, rak televisi, meja kantor, dan hampir semua jenis furniture.
Au menamai merek produknya “Olympic Furniture” karena terinspirasi dengan Olimpiade XXIII yang berlangsung di Los Angeles pada 1984. Au mengutip ajang olahraga tersebut sebagai label dengan harapan Olympic dapat bergaung sehebat olimpiade yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Inspirasi ini dikemudian hari menguntungkan Au karena konsumen lokal mengenalinya sebagai produk impor meskipun sebenarnya serpihan-serpihan perabot itu semuanya dibuat di Bogor dengan tenaga kerja lokal.
Pada tahun 1997, seperti kebanyakan pengusaha lain, Au mengalami goncangan dahsyat akibat Krisis Moneter yang melanda Indonesia ketika itu. Ongkos pembelian bahan baku membengkak gila-gilaan dan karyawan menginginkan kenaikan gaji, sementara rata-rata 5 dari 10 konsumen membatalkan membelian. Bisnis Au mengalami masa-masa paling suram dan hampir semua rencana besar terbengkalai begitu saja. Gara-gara krisis pula Au terpaksa menjual separuh lahan beserta gedung di daerah Sentul Jawa Barat yang awalnya direncanakan sebagai pusat produksi terpadu, mulai dari pengolahan kayu hingga finishing.
Au mendapatkan ide lain untuk mengatasi masalah ini. Bila sebelumnya ia hanya mengandalkan toko-toko furniture untuk menjual produknya, kini ia bekerja sama dengan peritel besar seperti Carrefour dan Giant. Ia juga bekerjasama dengan gerai kredit Columbia agar konsumen lebih mudah mendapatkan dana untuk membeli produknya. Strategi ini berhasil mengembalikan penjualan Olympic ke tingkat semula, bahkan lebih.
Memasuki tahun 2003 ia menggandeng perusahan furniture asal Jerman, Garant Mobel International dan bersama-sama mendirikan Garant Mobel Indonesia (GMI) dengan 75% saham dimiliki Olympic. GMI bertindak sebagai pemberi hak waralaba yang menghubungkan pemasok dan para peritel mebel merek Garant asal Jerman, dan merek kelas atas milik Olympic. Usaha ini menciptakan merek baru MER yang diwaralabakan dengan biaya minimal Rp.500 juta beserta show room seluas 100 meter persegi. Kerja sama ini menjadikan Au sebagai peritel furniture pertama di Indonesia.
Au juga mulai mengibarkan merek-merek baru untuk menguasai pasar, misalnya Solid Furniture, Albatros, Procella, Olympia, dan furniture berharga murah Jaliteng. Diversifikasi produk itu dibuat berdasarkan daya beli target market-nya. Albartos misalnya mencoba menampilkan desain klasik dan minimalis yang disesuaikan dengan tren perkembangan desain rumah masyarakat kelas atas yang berselera ala Eropa dan Asia modern.(Sumber: noveloke.com)
Au merupakan kisah wirausahawan sukses yang mempunyai harapan besar agar usaha yang telah dirintisnya mampu bertahan dan bersaing agar menghasilkan perusahaan yang berkualitas terbaik. Semua ini adalah berkat kerja keras, kegigihan, dan pantang menyerah yang tercermin dalam sosoknya. Au Bintoro adalah pelopor industri furniture Indonesia yang sangat dikenal semua kalangan, baik dari tingkat office boy sampai direktur perusahaan. Dengan membawa visi yang diembannya, maka tumbuhlah perusahaan yang mampu merajai kelas dunia. Selain itu dengan membawa merek olympic furnitue, Au semakin memimpin di puncak perbisnisan furniture yang ada di Indonesia. Akhirnya saya berharap agar pembaca sekalian bisa memetik makna dari perjalanan kisah sukses wirausahawan di atas. Jaga terus semangat entrepreneurship, salam sukses selalu!
Kisah Orang Sukses di Indonesia - William Soerjadjaja
Kisah orang sukses di Indonesia berikut ini adalah tokoh pendiri Asuransi Astra Buana, Toyota Astra Motor, Astra Agro Lestari, dan sederetan perusahaan lainnya. Pengusaha sukses ini juga dalam kegiatan usahanya selalu menanamkan prinsip kerja keras dan berusaha untuk mengatasinya kegagalan demi kegagalan yang menerpa dirinya dalam membangun kerajaan bisnis yang mana hingga saat ini, tetap bertahan di zaman persaingan yang sudah memasuki babak hiper-kompetitif. Namun berkat tangan dinginnya pula, perusahaan yang didirikan 51 tahun silam ini menjadi perusahaan raksasa di panggung perbisnisan Indonesia dengan nama Group Astra.
Kisah orang sukses di Indonesia ini merintis usahanya dengan merasakan jatuh bangun terlebih dahulu. Beliau merintis usaha, ternyata Jepang sudah menduduki wilayah Indonesia, namun bagi beliau, rintangan tersebut tidak menghalangi niat sucinya untuk mencari sesuap nasi. Dalam kesempitan pada waktu itu, beliau mencuri kesempatan untuk menikmati manisnya peluang. Agar lebih terinspirasi akan kisah perjalanannya, marilah kita simak pemaparan profil pengusaha berikut ini.
William Soerjadjaja
William Soerjadjaja (lahir di Majalengka, 23 Desember 1923 – meninggal di Jakarta, 2 April 2010 pada umur 86 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjadi terkenal karena suksesnya membangun PT Astra Internasional, sebuah perusahaan besar di Indonesia. William dikenal dengan sebuatan "Oom Willam".
Masa kecil
William dilahirkan dengan nama Tjia Kian Liong, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Namun di antara saudara-saudaranya, ia adalah anak laki-laki yang pertama.
Kedua orangtuanya meninggal pada waktu ia berusia 12 tahun.Ayahnya meninggal dunia pada Oktober 1934, disusul oleh ibunya pada Desember 1934. William, dalam usia yang masih sangat muda, melanjutkan usaha ayahnya, berjualan hasil bumi.Ia tampaknya mewarisi bakat dagang ayahnya.
Sewaktu bersekolah di HCZS (Hollands Chinesche Zendingsschool) di Kadipaten, pada masa penjajahan Belanda, ia sempat tidak naik kelas. Namun karena ketekunannya, ia berhasil melanjutkan pendidikannya ke MULO di Cirebon. Namun kembali ia tinggal kelas. Dari pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah, William paling menyukai pelajaran ekonomi dan tata buku. Dengan kedua pelajaran inilah ia membangun seluruh usahanya.
Menikah dan berkeluarga
William kemudian pindah ke Kota Bandung, disana ia bertemu dengan jodohnya, Lily Anwar, dan mereka menikah pada 15 Januari 1947. Pernikahan mereka berlangsung dengan sangat sederhana.
"Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah tanpa dihadiri tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja. Benar-benar sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya kami tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke Jalan Merdeka naik becak lagi," begitu kisah William.
Pernikahan ini dikaruniai empat orang anak, yaitu Edward Soeryadjaja (17 Juli 1942), Edwin Soeryadjaya (21 Mei 1948), Joyce (14 Agustus 1950), dan Judith (14 Februari 1952).
Belum dua minggu menikah, William berangkat untuk belajar di Belanda untuk mempelajari ilmu penyamakan kulit. Ia lalu mendirikan pabrik penyamakan kulit pada tahun 1949. Tahun 1948, ketika Edward lahir, kedua pasangan ini hidup dengan berjualan kacang dan rokok yang dikirim dari Bandung. Mereka hidup dengan penuh perjuangan, kerja keras, dan doa. Dalam kehidupan yang sangat sederhana, mereka masih dapat menyewa satu kamar di sebuah hotel di Amsterdam.
Pola hidup hemat ini tampak jelas ketika pada suatu kali keluarga muda ini pergi ke Basel, Swiss. Dalam perjalanan yang berlangsung satu minggu itu mereka hanya hidup dengan roti, bubur, dan susu untuk berhemat.
Bulan Februari 1949 keluarga William kembali ke Indonesia.
Mendirikan Astra
Pada tahun 1957, William bersama adiknya, Tjia Kian Tie, dan temannya, Lim Peng Hong, mendirikan PT Astra yang belakangan berkembang menjadi PT Astra Internasional.Astra awalnya memasarkan minuman ringan dan mengekspor hasil bumi. Usaha otomotif dimulai pada tahun 1968-69. Saat itu Astra mulai mengimpor truk Dalam waktu 13 tahun saja, sudah 72 perusahaan yang bernaung di bawah bendera grup itu. Pada akhir tahun 1992, jumlah perusahaannya sudah mencapai sekitar 300 buah, bergerak di berbagai sektor: otomotif, keuangan, perbankan, perhotelan dan properti.
William selalu mengutamakan pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia. Hal ini dijalankannya dalam berbagai program pelatihan dan beasiswa untuk karyawan. Pada tahun 1970-an, banyak karyawannya yang dikirimnya ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang untuk belajar.
William tidak membeda-bedakan karyawannya. Di Astra, banyak tenaga kerja pribumi yang dipekerjakannya, dari tingkat karyawan biasa hingga pimpinan. Ini merupakan wujud kecintaan dan kebanggaannya sebagai orang Indonesia.
William sangat mengutamakan nilai-nilai naluri, loyalitas, dan rasa percaya dalam merekrut karyawan.Karyawan dipacu untuk mengembangkan kreativitas mereka dengan menghargai inovasi bisnis mereka untuk diuji coba.
Pada 1992-1993 Astra sempat jatuh ketika bisnis Edward Soerjadjaja, anak sulungnya, ambruk. William pun terpaksa melepaskan banyak sahamnya di PT Astra sebagai bentuk tanggung jawab pribadinya dan pengorbanannya demi anaknya.William menjalani semuanya dengan pasrah dan penyerahan. Belakangan William berhasil bangkit lagi. Ia membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance dan berinvestasi dalam pengembangan usaha petani kecil serta usaha-usaha kecil dan menengah.
Sebagai pengusaha sukses, William mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan dari dalam maupun luar negeri.
Akhir hayat
William meninggal dunia pada tanggal 2 April 2010 pukul 22.43 di RS Medistra, Jakarta Selatan, Indonesia setelah sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. William terakhir dirawat pada tanggal 10 Maret dan sejak 1 April dia dirawat di Unit Rawat Intensif (ICU).(sumber: wikipedia.org)
William memang bukan sekedar figur pembisnis yang sukses dalam sektornya. Sebagai pendiri PT Astra Internasional, beliau bukan saja telah membangun sebuah perusahaan yang dihormati dan disegani. Lebih dari itu, lewat visi dan komitmennya, ia juga telah membuktikan kontribusinya kepada bangsa Indonesia dalam mengangkat ekonomi nasional dalam arti seluas-luasnya, diantaranya menciptakan lapangan pekerjaan bagi puluhan ribu masyarakat Indonesia. Saya harap kisah orang sukses di Indonesia di atas bisa menginspirasi dan menambah semangat anda dalam berwirausaha. Jaga terus antusias anda untuk menjadi entrepreneur, salam sukses selalu!
Kisah orang sukses di Indonesia ini merintis usahanya dengan merasakan jatuh bangun terlebih dahulu. Beliau merintis usaha, ternyata Jepang sudah menduduki wilayah Indonesia, namun bagi beliau, rintangan tersebut tidak menghalangi niat sucinya untuk mencari sesuap nasi. Dalam kesempitan pada waktu itu, beliau mencuri kesempatan untuk menikmati manisnya peluang. Agar lebih terinspirasi akan kisah perjalanannya, marilah kita simak pemaparan profil pengusaha berikut ini.
William Soerjadjaja
William Soerjadjaja (lahir di Majalengka, 23 Desember 1923 – meninggal di Jakarta, 2 April 2010 pada umur 86 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjadi terkenal karena suksesnya membangun PT Astra Internasional, sebuah perusahaan besar di Indonesia. William dikenal dengan sebuatan "Oom Willam".
Masa kecil
William dilahirkan dengan nama Tjia Kian Liong, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Namun di antara saudara-saudaranya, ia adalah anak laki-laki yang pertama.
Kedua orangtuanya meninggal pada waktu ia berusia 12 tahun.Ayahnya meninggal dunia pada Oktober 1934, disusul oleh ibunya pada Desember 1934. William, dalam usia yang masih sangat muda, melanjutkan usaha ayahnya, berjualan hasil bumi.Ia tampaknya mewarisi bakat dagang ayahnya.
Sewaktu bersekolah di HCZS (Hollands Chinesche Zendingsschool) di Kadipaten, pada masa penjajahan Belanda, ia sempat tidak naik kelas. Namun karena ketekunannya, ia berhasil melanjutkan pendidikannya ke MULO di Cirebon. Namun kembali ia tinggal kelas. Dari pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah, William paling menyukai pelajaran ekonomi dan tata buku. Dengan kedua pelajaran inilah ia membangun seluruh usahanya.
Menikah dan berkeluarga
William kemudian pindah ke Kota Bandung, disana ia bertemu dengan jodohnya, Lily Anwar, dan mereka menikah pada 15 Januari 1947. Pernikahan mereka berlangsung dengan sangat sederhana.
"Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah tanpa dihadiri tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja. Benar-benar sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya kami tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke Jalan Merdeka naik becak lagi," begitu kisah William.
Pernikahan ini dikaruniai empat orang anak, yaitu Edward Soeryadjaja (17 Juli 1942), Edwin Soeryadjaya (21 Mei 1948), Joyce (14 Agustus 1950), dan Judith (14 Februari 1952).
Belum dua minggu menikah, William berangkat untuk belajar di Belanda untuk mempelajari ilmu penyamakan kulit. Ia lalu mendirikan pabrik penyamakan kulit pada tahun 1949. Tahun 1948, ketika Edward lahir, kedua pasangan ini hidup dengan berjualan kacang dan rokok yang dikirim dari Bandung. Mereka hidup dengan penuh perjuangan, kerja keras, dan doa. Dalam kehidupan yang sangat sederhana, mereka masih dapat menyewa satu kamar di sebuah hotel di Amsterdam.
Pola hidup hemat ini tampak jelas ketika pada suatu kali keluarga muda ini pergi ke Basel, Swiss. Dalam perjalanan yang berlangsung satu minggu itu mereka hanya hidup dengan roti, bubur, dan susu untuk berhemat.
Bulan Februari 1949 keluarga William kembali ke Indonesia.
Mendirikan Astra
Pada tahun 1957, William bersama adiknya, Tjia Kian Tie, dan temannya, Lim Peng Hong, mendirikan PT Astra yang belakangan berkembang menjadi PT Astra Internasional.Astra awalnya memasarkan minuman ringan dan mengekspor hasil bumi. Usaha otomotif dimulai pada tahun 1968-69. Saat itu Astra mulai mengimpor truk Dalam waktu 13 tahun saja, sudah 72 perusahaan yang bernaung di bawah bendera grup itu. Pada akhir tahun 1992, jumlah perusahaannya sudah mencapai sekitar 300 buah, bergerak di berbagai sektor: otomotif, keuangan, perbankan, perhotelan dan properti.
William selalu mengutamakan pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia. Hal ini dijalankannya dalam berbagai program pelatihan dan beasiswa untuk karyawan. Pada tahun 1970-an, banyak karyawannya yang dikirimnya ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang untuk belajar.
William tidak membeda-bedakan karyawannya. Di Astra, banyak tenaga kerja pribumi yang dipekerjakannya, dari tingkat karyawan biasa hingga pimpinan. Ini merupakan wujud kecintaan dan kebanggaannya sebagai orang Indonesia.
William sangat mengutamakan nilai-nilai naluri, loyalitas, dan rasa percaya dalam merekrut karyawan.Karyawan dipacu untuk mengembangkan kreativitas mereka dengan menghargai inovasi bisnis mereka untuk diuji coba.
Pada 1992-1993 Astra sempat jatuh ketika bisnis Edward Soerjadjaja, anak sulungnya, ambruk. William pun terpaksa melepaskan banyak sahamnya di PT Astra sebagai bentuk tanggung jawab pribadinya dan pengorbanannya demi anaknya.William menjalani semuanya dengan pasrah dan penyerahan. Belakangan William berhasil bangkit lagi. Ia membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance dan berinvestasi dalam pengembangan usaha petani kecil serta usaha-usaha kecil dan menengah.
Sebagai pengusaha sukses, William mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan dari dalam maupun luar negeri.
Akhir hayat
William meninggal dunia pada tanggal 2 April 2010 pukul 22.43 di RS Medistra, Jakarta Selatan, Indonesia setelah sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. William terakhir dirawat pada tanggal 10 Maret dan sejak 1 April dia dirawat di Unit Rawat Intensif (ICU).(sumber: wikipedia.org)
William memang bukan sekedar figur pembisnis yang sukses dalam sektornya. Sebagai pendiri PT Astra Internasional, beliau bukan saja telah membangun sebuah perusahaan yang dihormati dan disegani. Lebih dari itu, lewat visi dan komitmennya, ia juga telah membuktikan kontribusinya kepada bangsa Indonesia dalam mengangkat ekonomi nasional dalam arti seluas-luasnya, diantaranya menciptakan lapangan pekerjaan bagi puluhan ribu masyarakat Indonesia. Saya harap kisah orang sukses di Indonesia di atas bisa menginspirasi dan menambah semangat anda dalam berwirausaha. Jaga terus antusias anda untuk menjadi entrepreneur, salam sukses selalu!
Buku Pengusaha Sukses - Ippho Santosa
Buku pengusaha sukses seri otak kanan terbaru karya Motivator Kenamaan, Ippho Santosa,
berjudul "Hanya 2 Menit anda bisa tahu potensi rezeki anda" kini menjadi
Best seller Top ten di Toko Buku Gramedia. Tokoh pengusaha sukses ini sangatlah menginspirasi banyak pengusaha. Lewat karya tulisnya yang dituangkan dibeberapa bukunya, mengajak para pembaca untuk terjun menjadi wirausaha yang mandiri. Melalui seminar-seminarnya telah membuis jutaan pesertanya untuk menguatkan pilihannya untuk menjadi seorang pedagang atau entrepreneur.
Setelah anda membaca kisah perjalanan tokoh ini saya yakin anda akan merasakan apa yang saya rasakan. Terlebih-lebih jika anda langsung membaca buku pengusaha sukses ini yang telah diterbitkan. Nah... untuk mengenal lebih dalam tokoh pengusaha sukses ini marilah kita ikuti profil beliau lebih lengkapnya.
Ippho Santosa
Ippho Santosa dilahirkan tanggal 30 Desember 1977 di Pekanbaru (Riau), dari orang tua yang berasal dari Jawa dan Sumatera. Setelah berkarier sebagai marketer di Malaysia dan Indonesia, kemudian Ippho Santosa mendirikan dan menjalankan EnterTrend Training, di mana puluhan puluhan ribu orang dan ratusan perusahaan di Indonesia dan Singapura telah menjadi peserta pelatihan dan seminarnya. Kini, publik dan media massa mengenalnya sebagai:
• Pakar otak kanan (creative marketer).
• Penulis buku-buku mega-bestseller.
• Pembicara seminar di Indonesia dan Singapura.
• Penerima MURI Award.
• Pendiri belasan TK dan PG Khalifah di Indonesia.
• Kontributor di EnterTrend, InspirAction, Entrepreneur University (EU), Entrepreneur Association (EA), dan Young Entrepreneur Academy (YEA), Universitas Internasional Batam (UIB), dan berbagai media massa.
Ia telah menulis belasan buku bisnis dan motivasi. Dua buku masing-masing ia tulis bersama Tantowi Yahya (2006) dan Aa Gym (2005). Buku-bukunya yang paling laris, selalu diseminarkan, dan menjadi seri otak kanan adalah:
• 10 Jurus Terlarang! Kok Masih Mau Bersaing Cara Biasa? • 13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan!
• Marketing is Bullshit… Meledakkan Profit dengan Kreativitas & Otak Kanan.
• Muhammad Sebagai Pedagang: Akhirnya Terbongkar Juga Pelajaran-Pelajaran Tersembunyi dari Sang Khalifah tentang
Otak Kanan, Entrepreneurship & Kekayaan.
• 7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah, Nasib Berubah, Dalam Waktu Kurang dari 99 Hari (Masterpiece dengan
100% Money-Back Guarantee dan Bonus Langsung Rp 1.350.000).
Profil & Kontak
Setelah berkarier di dalam dan luar negeri, kemudian ia berbisnis dan menulis belasan buku, yang telah tersebar sampai ke Hongkong, Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Australia, Jerman, Perancis, Belanda, dan Amerika.
Buku-buku terbaiknya adalah:
7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah Nasib Berubah Dalam 99 Hari Dengan Otak Kanan (buku terlaris dan seminar terbesar 2010-2011 se-Indonesia)
Percepatan Rezeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan.
10 Jurus Terlarang! Kok Masih Mau Bersaing Cara Biasa?
13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan!
Marketing is Bullshit… Meledakkan Profit dengan Otak Kanan.
Kini publik mengenalnya sebagai:
Pakar otak kanan.
Penulis mega-bestseller (masuk MURI).
Pembicara seminar di Asia.
Pendiri 60-an cabang TK Khalifah se-Indonesia.
Perusahaan, komunitas, atau EO yang ingin mengundangnya memberikan seminar dan pelatihan, maka investasinya adalah:
Rp 20 – 25 juta (durasi 3 jam).
di luar biaya transportasi dan akomodasi
Jadwal seminarnya dapat dilihat di:
Ippho Santosa & Tim Khalifah (halaman di Facebook)
7 Keajaiban Rezeki (halaman di Facebook)
@ipphoright (Twitter) (sumber : ippho.com)
Ippho merupakan pengusaha muda yang telah sukses, disamping tulisan-tulisan yang dibagikan melalui buku pengusaha sukses, beliau juga telah membuktikan kiprahnya dalam bisnis, buktinya beliau memiliki beberapa perusahaan dan bisnis yang telah dijalankan. Coba anda bayangkan jika kita belajar langsung dari para pakarnya maka yang kita dapatkan akan lebih maksimal dibandingkan hanya cuma teori saja. Nah, ssetelah anda mengikuti kita artikel diatas saya berharap anda bertambah semangat, jaga terus semangat anda, salam sukses selalu!
Setelah anda membaca kisah perjalanan tokoh ini saya yakin anda akan merasakan apa yang saya rasakan. Terlebih-lebih jika anda langsung membaca buku pengusaha sukses ini yang telah diterbitkan. Nah... untuk mengenal lebih dalam tokoh pengusaha sukses ini marilah kita ikuti profil beliau lebih lengkapnya.
Ippho Santosa
Ippho Santosa dilahirkan tanggal 30 Desember 1977 di Pekanbaru (Riau), dari orang tua yang berasal dari Jawa dan Sumatera. Setelah berkarier sebagai marketer di Malaysia dan Indonesia, kemudian Ippho Santosa mendirikan dan menjalankan EnterTrend Training, di mana puluhan puluhan ribu orang dan ratusan perusahaan di Indonesia dan Singapura telah menjadi peserta pelatihan dan seminarnya. Kini, publik dan media massa mengenalnya sebagai:
• Pakar otak kanan (creative marketer).
• Penulis buku-buku mega-bestseller.
• Pembicara seminar di Indonesia dan Singapura.
• Penerima MURI Award.
• Pendiri belasan TK dan PG Khalifah di Indonesia.
• Kontributor di EnterTrend, InspirAction, Entrepreneur University (EU), Entrepreneur Association (EA), dan Young Entrepreneur Academy (YEA), Universitas Internasional Batam (UIB), dan berbagai media massa.
Ia telah menulis belasan buku bisnis dan motivasi. Dua buku masing-masing ia tulis bersama Tantowi Yahya (2006) dan Aa Gym (2005). Buku-bukunya yang paling laris, selalu diseminarkan, dan menjadi seri otak kanan adalah:
• 10 Jurus Terlarang! Kok Masih Mau Bersaing Cara Biasa? • 13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan!
• Marketing is Bullshit… Meledakkan Profit dengan Kreativitas & Otak Kanan.
• Muhammad Sebagai Pedagang: Akhirnya Terbongkar Juga Pelajaran-Pelajaran Tersembunyi dari Sang Khalifah tentang
Otak Kanan, Entrepreneurship & Kekayaan.
• 7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah, Nasib Berubah, Dalam Waktu Kurang dari 99 Hari (Masterpiece dengan
100% Money-Back Guarantee dan Bonus Langsung Rp 1.350.000).
Profil & Kontak
Setelah berkarier di dalam dan luar negeri, kemudian ia berbisnis dan menulis belasan buku, yang telah tersebar sampai ke Hongkong, Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Australia, Jerman, Perancis, Belanda, dan Amerika.
Buku-buku terbaiknya adalah:
7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah Nasib Berubah Dalam 99 Hari Dengan Otak Kanan (buku terlaris dan seminar terbesar 2010-2011 se-Indonesia)
Percepatan Rezeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan.
10 Jurus Terlarang! Kok Masih Mau Bersaing Cara Biasa?
13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan!
Marketing is Bullshit… Meledakkan Profit dengan Otak Kanan.
Kini publik mengenalnya sebagai:
Pakar otak kanan.
Penulis mega-bestseller (masuk MURI).
Pembicara seminar di Asia.
Pendiri 60-an cabang TK Khalifah se-Indonesia.
Perusahaan, komunitas, atau EO yang ingin mengundangnya memberikan seminar dan pelatihan, maka investasinya adalah:
Rp 20 – 25 juta (durasi 3 jam).
di luar biaya transportasi dan akomodasi
Jadwal seminarnya dapat dilihat di:
Ippho Santosa & Tim Khalifah (halaman di Facebook)
7 Keajaiban Rezeki (halaman di Facebook)
@ipphoright (Twitter) (sumber : ippho.com)
Ippho merupakan pengusaha muda yang telah sukses, disamping tulisan-tulisan yang dibagikan melalui buku pengusaha sukses, beliau juga telah membuktikan kiprahnya dalam bisnis, buktinya beliau memiliki beberapa perusahaan dan bisnis yang telah dijalankan. Coba anda bayangkan jika kita belajar langsung dari para pakarnya maka yang kita dapatkan akan lebih maksimal dibandingkan hanya cuma teori saja. Nah, ssetelah anda mengikuti kita artikel diatas saya berharap anda bertambah semangat, jaga terus semangat anda, salam sukses selalu!
Sejarah Pengusaha Sukses - Sukyatno Nugroho
Sejarah pengusaha sukses ini ketika berumur enam tahun ibunya harus meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Semasa duduk di bangku sekolah, tokoh pengusaha sukses ini dikenal sebagai anak yang tidak begitu sukses dengan nilai pelajaran. Buktinya ia dua kali tidak naik kelas. Jikapun ia naik kelas, ia biasanya ia biasanya menduduki peringkat kelas ke 40-an diantara 50 siswa yang ada. Beranjak remaja, beliau bersekolah di sebuah SMA. Namun sangat disesalkan , ia mengenyam pendidikan di bangku SMA hanya tiga bulan saja. Maka, melihat kondisi seperti ini, ayahnya memutuskan untuk mengirimnya ke Jakarta tinggal bersama sang paman. Alih-alih untuk melanjutkan sekolah, malah di Jakarta beliau diajarkan cara berdagang oleh sang paman.
Mungkin karena keterbatasan pendidikan, ia pun tidak memilih dalam melaksanakan usaha. Apa saja ia lakukan untuk bertahan hidup. Terkadng sejarah pengusaha sukses memang dilalui dengan berbagai rintangan dan cobaan. Para pengusaha sukses tersebut mengajarkan kepada kita akan pentingnya perjuangan dan sikap untuk berusaha keras untuk menaklukan kehidupan ini. Untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti kisah perjalanan pengusaha sukses berikut ini
Sukyatno Nugroho
Nama: lahir dengan nama Hoo Tjoe Kiat
Tanggal lahir: 3 Agustus 1948
Kota kelahiran: Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia
Pendidikan akhir: SMP 3
Sukyatno Nugroho (atau Hoo Tjioe Kiat; lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 3 Agustus 1948 – meninggal di Jakarta, 9 Desember 2007 pada umur 59 tahun) adalah wiraswastawan, pendiri dan Presiden Komisaris Grup Es Teler 77.
Meskipun hanya lulus SLTP, ia orang yang gigih. Usaha penjualan es telernya bermula dari usaha kecil-kecilan menggunakan resep dari ibu mertuanya. Salah satu mottonya adalah "Kalau perlu, saya akan bekerja 76 jam sehari untuk bisnis ini." Ia menjadi salah satu ikon waralaba lokal Indonesia.
Sukyatno dikenal sebagai orang yang eksentrik, penuh ide aneh, dan filantropis. Untuk yang terakhir ini ia memiliki Yayasan Perjalanan Mencerdaskan Bangsa demi merealisasi gagasannya bagi kegiatan untuk anak-anak, remaja, dan kelompok terpinggirkan. Ia selalu berupaya menyajikan yang "paling dan pertama". Beberapa kegiatan eksentrik yang dilakukan adalah acara melukis di atas kanvas "paling panjang di dunia", 1.100 meter di Pantai Mutiara, Jakarta, lomba melukis di batu sebagai jawaban atas tawuran anak sekolah yang saling melempar batu, lomba seni dari barang bekas, lomba melukis layang-layang, lomba melukis di hutan, festival melukis di dasar danau kering Telaga Prigi (Jawa Tengah), serta kompetisi melukis untuk kaum tunanetra.
Ia dianugerahi beberapa penghargaan penting, seperti The Best Asean Executive Award dan Satya Lencana Pembangunan (1995). Berkali-kali namanya dicatat oleh Museum Rekor Indonesia. Ia juga menulis buku 18 Jurus Sakti Dewa Mabuk Membangun Bisnis.
Sukyatno meninggal dunia dalam penerbangan menuju Singapura setelah mendapat serangan stroke yang ketiga kalinya.(sumber: wikipedia.org)
Sejarah Es Teler 77
Pada awalnya, ES TELER 77 hanyalah sebuah kantin kecil yang dibuka di sebuah tenda di pelataran gedung pertokoan Duta Merlin di Jakarta. Kantin tersebut hanya memiliki lima karyawan tetap. Sering kali kantin tersebut harus ditutup akibat banjir yang terjadi pada saat-saat hujan lebat. Usaha kecil ini berjalan dengan cukup baik, tetapi sebagai pedagang kecil ES TELER 77 sering kali diperlakukan tidak adil oleh pihak manajemen gedung. Suatu saat pihak manajemen gedung menaikan harga sewa sampai tiga kali lipat tanpa alasan yang jelas. Tentunya ES TELER 77 yang hanya sebagai kantin kecil tidak bisa berbuat banyak, akhirnya kantin tersebut harus ditutup dalam waktu singkat yang diberikan oleh pihak manajemen gedung.
Kejadian tersebut tidak membuat Ibu Murniati putus asa. Dengan bantuan suaminya dan juga putra-putrinya mereka membuka satu lagi ES TELER 77 yang lebih baik dan lebih besar. Cabang ES TELER 77 ini dibuka di Jalan Pembangunan 1, di sebelah gedung pertokoan Gajah Mada Plaza. Di lokasi ini bisnis ES TELER 77 ini berkembang dengan pesat dan merek ES TELER 77 menjadi lebih dikenal.
Setelah beberapa tahun kemudian Ibu Murniati Widjaja dan keluarganya mendirikan badan usaha swasta bernama CV ES TELER 77 yang kemudian menjadi dasar bisnis keluarga ini. Perusahaan ini dipimpin oleh Bapak Trisno Budijanto dan dikelolah oleh putra-putrinya. Perusahaan ini kemudian berkembang dengan membuka beberapa cabang ES TELER 77 lainnya di wilayah Jakarta. Meskipun demikian ES TELER 77 sebagai produk lokal Indonesia seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh pihak pemilik tempat atau manajemen gedung yang seringkali lebih mementingkan perusahaan dengan merek-merek asing. Tetapi perusahaan ES TELER 77 tidak pernah menyerah. Sebaliknya mereka lebih bersemangat lagi setiap kali mereka harus menutup salah satu restorannya. Mereka bertekad untuk membuka lima cabang baru ES TELER 77 setiap kali mereka harus menutup satu cabang ES TELER 77. Dengan komitmen ini timbul ide untuk menggunakan sistem waralaba atau franchise untuk memperluas jaringan usaha ini.
Pada tahun 1987, cabang ES TELER 77 pertama yang dibuka oleh seorang franchisee atau mitra kerja dibuka di Solo, Jawa Tengah. Sejak itu banyak anggota masyarakat dari berbagai kalangan yang tertarik untuk membuka ES TELER 77. Dengan menggunakan sistem franchise ini banyak outlet-outlet baru ES TELER 77 yang dibuka di kota-kota seluruh Indonesia. Sampai di Banda Aceh maupun Sampit pun ES TELER 77 sudah pernah dibuka. Perkembangan ini tentunya tidak mudah tercapai dan banyak hal-hal yang harus dipelajari oleh tim manajemen ES TELER 77. Untungnya, tim manajemen ES TELER 77 yang dipimpin oleh Bapak Sukyatno Nugroho, mantu tertua Ibu Murniati, siap untuk bekerja keras, terus memperbaiki dan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Sampai akhirnya, mereka sendiri pun jadi ahli dalam sistem franchise ini.
Dengan dibukanya banyak outlet-outlet ES TELER 77, kebutuhan bahan-bahan baku ES TELER 77 pun meningkat. Peruhaan ini kemudian mendirikan satu dapur pusat beserta pusat distribusinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Fasilitas di dapur sentral tersebut digunakan untuk membuat bahan-bahan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh outlet-outlet ES TELER 77. Pusat distribusi digunakan untuk menyimpan dan mengirim semua bahan-bahan tersebut ke outlet-outlet ES TELER 77 di seluruh Indonesia. Dengan fasilitas-fasilitas ini ES TELER 77 dapat menyediakan bahan-bahan kebutuhan dengan standar kualitas yang terbaik. Dapur sentral dan pusat distribusi yang pertama didirikan di Jakarta Barat pada tahun 1997 dan baru saja dipindahkan ke lokasi yang baru di Serpong, Tangerang dengan fasilitas yang lebih baik.
Saat ini outlet-outlet ES TELER 77 dapat ditemukan di pusat-pusat pertokoan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Di negara lain pun ES TELER 77 sudah dibuka dengan sukses. Di kota Penang, Malaysia, kota Melbourne, Australia dan Singapore ES TELER 77 dibuka.
Meskipun menghadapi kompetisi yang ketat terutama dengan merek-merek fast-food asing ES TELER 77 terus berkembang karena ES TELER 77 memiliki tekad dan komitment untuk terus memberikan yang terbaik kepada pelanggannya.
Atas keberhasilannya ES TELER 77 telah mendapatkan berbagai penghargaan, antara lain:
• 10 Nopember 2000 Enterprise 50 Award dari Andersen Consulting (sekarang Accenture) dan SWA majalah bisnis.
• 9 Februari 1999 Sukyatno Nugroho tercatat sebagai orang yang memecahkan Rekor Indonesia terbanyak di Indonesia oleh Museum Rekor Indonesia.
• 21 Desember 1998 Sukyatno Nugroho mendapatkan gelar Doktor (honoris causa) dari American World University, Iowa, USA, dengan thesis berjudul “Look Globally but Think and Act Locally”.
• 13 Oktober 1998 Penghargaan Parama Boga Nugraha dari Menteri Pangan dan Hortikultur Indonesia.
• 12 Februari 1998 “Recession Marketing of the Month Markplus Strategic Forum” dari MarkPlus.
• 26 Agustus 1995 Asean Best Executive 95-96 kepada Sukyatno Nugroho dan Yenny Setia Widjaja.
• 12 Juli 1995 Satya Lencana Pembangunan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, Soeharto.(Sumber: esteler77.com)
Itulah perjuangan keras Sukyano Nugroho pencetus lahirnya waralaba Es Teler 77. Keberhasilan yang diperolehnya memang sangat wajar. Berbekal ketekunan, kerja keras, dan pantang menyerah yang tak pernah padam, akhirnya mengantarkan nama usahanya menjadi perusahaan yang sangat mudah diingat dan dikunjungi oleh konsumen loyalnya, Es Teler 77 yang menyediakan berbagai menu makanan dan minuman favorite Anda sekalian. Semoga dari kisah sejarah pengusaha sukses tersebut bisa memberikan masukan ide atau semangat baru bagi pembaca sekalian dan menambah semangat untuk memulai melakukan dari apa yang kita bisa, mulai dari sekarang untuk kelangsungan bisnis kita. Jaga selalu semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
Mungkin karena keterbatasan pendidikan, ia pun tidak memilih dalam melaksanakan usaha. Apa saja ia lakukan untuk bertahan hidup. Terkadng sejarah pengusaha sukses memang dilalui dengan berbagai rintangan dan cobaan. Para pengusaha sukses tersebut mengajarkan kepada kita akan pentingnya perjuangan dan sikap untuk berusaha keras untuk menaklukan kehidupan ini. Untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti kisah perjalanan pengusaha sukses berikut ini
Sukyatno Nugroho
Nama: lahir dengan nama Hoo Tjoe Kiat
Tanggal lahir: 3 Agustus 1948
Kota kelahiran: Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia
Pendidikan akhir: SMP 3
Sukyatno Nugroho (atau Hoo Tjioe Kiat; lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 3 Agustus 1948 – meninggal di Jakarta, 9 Desember 2007 pada umur 59 tahun) adalah wiraswastawan, pendiri dan Presiden Komisaris Grup Es Teler 77.
Meskipun hanya lulus SLTP, ia orang yang gigih. Usaha penjualan es telernya bermula dari usaha kecil-kecilan menggunakan resep dari ibu mertuanya. Salah satu mottonya adalah "Kalau perlu, saya akan bekerja 76 jam sehari untuk bisnis ini." Ia menjadi salah satu ikon waralaba lokal Indonesia.
Sukyatno dikenal sebagai orang yang eksentrik, penuh ide aneh, dan filantropis. Untuk yang terakhir ini ia memiliki Yayasan Perjalanan Mencerdaskan Bangsa demi merealisasi gagasannya bagi kegiatan untuk anak-anak, remaja, dan kelompok terpinggirkan. Ia selalu berupaya menyajikan yang "paling dan pertama". Beberapa kegiatan eksentrik yang dilakukan adalah acara melukis di atas kanvas "paling panjang di dunia", 1.100 meter di Pantai Mutiara, Jakarta, lomba melukis di batu sebagai jawaban atas tawuran anak sekolah yang saling melempar batu, lomba seni dari barang bekas, lomba melukis layang-layang, lomba melukis di hutan, festival melukis di dasar danau kering Telaga Prigi (Jawa Tengah), serta kompetisi melukis untuk kaum tunanetra.
Ia dianugerahi beberapa penghargaan penting, seperti The Best Asean Executive Award dan Satya Lencana Pembangunan (1995). Berkali-kali namanya dicatat oleh Museum Rekor Indonesia. Ia juga menulis buku 18 Jurus Sakti Dewa Mabuk Membangun Bisnis.
Sukyatno meninggal dunia dalam penerbangan menuju Singapura setelah mendapat serangan stroke yang ketiga kalinya.(sumber: wikipedia.org)
Sejarah Es Teler 77
Pada awalnya, ES TELER 77 hanyalah sebuah kantin kecil yang dibuka di sebuah tenda di pelataran gedung pertokoan Duta Merlin di Jakarta. Kantin tersebut hanya memiliki lima karyawan tetap. Sering kali kantin tersebut harus ditutup akibat banjir yang terjadi pada saat-saat hujan lebat. Usaha kecil ini berjalan dengan cukup baik, tetapi sebagai pedagang kecil ES TELER 77 sering kali diperlakukan tidak adil oleh pihak manajemen gedung. Suatu saat pihak manajemen gedung menaikan harga sewa sampai tiga kali lipat tanpa alasan yang jelas. Tentunya ES TELER 77 yang hanya sebagai kantin kecil tidak bisa berbuat banyak, akhirnya kantin tersebut harus ditutup dalam waktu singkat yang diberikan oleh pihak manajemen gedung.
Kejadian tersebut tidak membuat Ibu Murniati putus asa. Dengan bantuan suaminya dan juga putra-putrinya mereka membuka satu lagi ES TELER 77 yang lebih baik dan lebih besar. Cabang ES TELER 77 ini dibuka di Jalan Pembangunan 1, di sebelah gedung pertokoan Gajah Mada Plaza. Di lokasi ini bisnis ES TELER 77 ini berkembang dengan pesat dan merek ES TELER 77 menjadi lebih dikenal.
Setelah beberapa tahun kemudian Ibu Murniati Widjaja dan keluarganya mendirikan badan usaha swasta bernama CV ES TELER 77 yang kemudian menjadi dasar bisnis keluarga ini. Perusahaan ini dipimpin oleh Bapak Trisno Budijanto dan dikelolah oleh putra-putrinya. Perusahaan ini kemudian berkembang dengan membuka beberapa cabang ES TELER 77 lainnya di wilayah Jakarta. Meskipun demikian ES TELER 77 sebagai produk lokal Indonesia seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh pihak pemilik tempat atau manajemen gedung yang seringkali lebih mementingkan perusahaan dengan merek-merek asing. Tetapi perusahaan ES TELER 77 tidak pernah menyerah. Sebaliknya mereka lebih bersemangat lagi setiap kali mereka harus menutup salah satu restorannya. Mereka bertekad untuk membuka lima cabang baru ES TELER 77 setiap kali mereka harus menutup satu cabang ES TELER 77. Dengan komitmen ini timbul ide untuk menggunakan sistem waralaba atau franchise untuk memperluas jaringan usaha ini.
Pada tahun 1987, cabang ES TELER 77 pertama yang dibuka oleh seorang franchisee atau mitra kerja dibuka di Solo, Jawa Tengah. Sejak itu banyak anggota masyarakat dari berbagai kalangan yang tertarik untuk membuka ES TELER 77. Dengan menggunakan sistem franchise ini banyak outlet-outlet baru ES TELER 77 yang dibuka di kota-kota seluruh Indonesia. Sampai di Banda Aceh maupun Sampit pun ES TELER 77 sudah pernah dibuka. Perkembangan ini tentunya tidak mudah tercapai dan banyak hal-hal yang harus dipelajari oleh tim manajemen ES TELER 77. Untungnya, tim manajemen ES TELER 77 yang dipimpin oleh Bapak Sukyatno Nugroho, mantu tertua Ibu Murniati, siap untuk bekerja keras, terus memperbaiki dan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Sampai akhirnya, mereka sendiri pun jadi ahli dalam sistem franchise ini.
Dengan dibukanya banyak outlet-outlet ES TELER 77, kebutuhan bahan-bahan baku ES TELER 77 pun meningkat. Peruhaan ini kemudian mendirikan satu dapur pusat beserta pusat distribusinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Fasilitas di dapur sentral tersebut digunakan untuk membuat bahan-bahan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh outlet-outlet ES TELER 77. Pusat distribusi digunakan untuk menyimpan dan mengirim semua bahan-bahan tersebut ke outlet-outlet ES TELER 77 di seluruh Indonesia. Dengan fasilitas-fasilitas ini ES TELER 77 dapat menyediakan bahan-bahan kebutuhan dengan standar kualitas yang terbaik. Dapur sentral dan pusat distribusi yang pertama didirikan di Jakarta Barat pada tahun 1997 dan baru saja dipindahkan ke lokasi yang baru di Serpong, Tangerang dengan fasilitas yang lebih baik.
Saat ini outlet-outlet ES TELER 77 dapat ditemukan di pusat-pusat pertokoan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Di negara lain pun ES TELER 77 sudah dibuka dengan sukses. Di kota Penang, Malaysia, kota Melbourne, Australia dan Singapore ES TELER 77 dibuka.
Meskipun menghadapi kompetisi yang ketat terutama dengan merek-merek fast-food asing ES TELER 77 terus berkembang karena ES TELER 77 memiliki tekad dan komitment untuk terus memberikan yang terbaik kepada pelanggannya.
Atas keberhasilannya ES TELER 77 telah mendapatkan berbagai penghargaan, antara lain:
• 10 Nopember 2000 Enterprise 50 Award dari Andersen Consulting (sekarang Accenture) dan SWA majalah bisnis.
• 9 Februari 1999 Sukyatno Nugroho tercatat sebagai orang yang memecahkan Rekor Indonesia terbanyak di Indonesia oleh Museum Rekor Indonesia.
• 21 Desember 1998 Sukyatno Nugroho mendapatkan gelar Doktor (honoris causa) dari American World University, Iowa, USA, dengan thesis berjudul “Look Globally but Think and Act Locally”.
• 13 Oktober 1998 Penghargaan Parama Boga Nugraha dari Menteri Pangan dan Hortikultur Indonesia.
• 12 Februari 1998 “Recession Marketing of the Month Markplus Strategic Forum” dari MarkPlus.
• 26 Agustus 1995 Asean Best Executive 95-96 kepada Sukyatno Nugroho dan Yenny Setia Widjaja.
• 12 Juli 1995 Satya Lencana Pembangunan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, Soeharto.(Sumber: esteler77.com)
Itulah perjuangan keras Sukyano Nugroho pencetus lahirnya waralaba Es Teler 77. Keberhasilan yang diperolehnya memang sangat wajar. Berbekal ketekunan, kerja keras, dan pantang menyerah yang tak pernah padam, akhirnya mengantarkan nama usahanya menjadi perusahaan yang sangat mudah diingat dan dikunjungi oleh konsumen loyalnya, Es Teler 77 yang menyediakan berbagai menu makanan dan minuman favorite Anda sekalian. Semoga dari kisah sejarah pengusaha sukses tersebut bisa memberikan masukan ide atau semangat baru bagi pembaca sekalian dan menambah semangat untuk memulai melakukan dari apa yang kita bisa, mulai dari sekarang untuk kelangsungan bisnis kita. Jaga selalu semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
Langganan:
Postingan (Atom)