Kisah Wirausahawan Sukses - Au Bintoro

Kisah wirausahawan sukses ini adalah seorang manusia yang mendapatkan kelebihan dari sang Pencipta. Mengapa tidak, berkat tangan dinginnya ia mampu mengubah perabot rumah tangga yang dikenal dahulu sulit untuk mengangkutnya, tapi ditangannya perabot rumah tangga itu disulap menjadi produk yang dapat dibongkar pasang.

Kisah wirausahawan sukses ini dibesarkan dari keluarga yang sederhana membuat beliau hidup apa adanya. Sejak kecil anak ke-3 dari 11 bersaudara ini sudah ringan tangan.Buktinya ia selalu membantu orang tuanya bekerja. Namun, beliau tidak lama tinggal di tanah kelahirannya. Di saat usianya masih anak-anak, beliau bersama saudaranya pindah ke kota Bogor. Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti dan simak kisah sukses pengusaha berikut ini.


profil pengusaha sukses indonesia
Au Bintoro

Kisah sukses Au Bintoro, pendiri Olympic Furniture, diawali tahun 1980. Ketika itu ia merasa bahwa toko furniture terlalu membebani konsumennya dengan ongkos kirim yang begitu besar. Mahalnya ongkos kirim itu disebabkan karena beratnya produk furniture sehingga untuk mengangkatnya dibutuhkan beberapa orang pekerja, selain itu pengusaha furniture tidak dapat membawa banyak barang sekaligus—satu truk kecil hanya bisa mengangkut beberapa meja belajar saja—sehingga tidak efesien. Bayangkan bila meja-meja tersebut harus diantarkan ke alamat pelanggan yang berada di pelosok-pelosok daerah, bukan tidak mungkin ongkos kirimnya lebih mahal dari harga meja itu sendiri.

Au yang ketika itu masih berprofesi sebagai pembuat box speaker memutar keras otaknya agar bisa menemukan meja belajar yang lebih praktis, ringan, dan bisa diangkut dalam jumlah yang lebih banyak dalam satu truk. Au memiliki ide untuk membuat sebuah meja yang dapat dibongkar pasang. Dengan ide ini ia berharap pengangkutan meja jadi lebih mudah dan murah. Namun ia menemukan masalah, penggunaan kayu yang berat bobotnya menyebabkan timbul kesulitan membuat pasak-pasak yang cukup kuat untuk merekatkan bagian-bagian meja.

Ia kemudian mencoba-coba membuat meja dari bahan baku box speaker yang dimilikinya, dan ternyata sukses. Ia mampu menciptakan meja yang lebih kecil, ringan, dan mudah dibongar pasang. Meja belajar baru itu tersusun dari serpihan-serpihan papan partikel dengan perekat sekrup yang bisa di cucuk-cabut. Setiap bagian diberi tanda khusus untuk mencocokkannya dengan bagian lain. Ini mirip dengan mainan bongkar pasang anak-anak.

Produk ini selain mudah dibawa ternyata juga memberikan keuntungan lain bagi penjualnya, yaitu memperkecil biaya penggudangan (storage cost) karena penjual hanya perlu merakit satu produk saja sebagai display, sementara produk yang digudang dibiarkan dalam keadaan terbongkar sehingga tidak memakan banyak ruang.

Walau begitu Au belum memiliki cukup nyali untuk menjualnya secara massal, dan lebih memilih untuk menjualnya berdasarkan pesanan. Suatu hari seorang konsumen memesan meja itu dalam jumlah ribuan. Au girangnya bukan main. Setelah harga disepakati, pengerjaan meja itu dilakukan 24 jam nonstop agar selesai tepat waktu.

Namun malang di tengah jalan order itu diputus secara sepihak. Akibatnya Au terpaksa menumpuk produk dan bahan baku yang tersisa di gudang. Setelah menunggu tanpa kepastian, Au nekad menjual meja pesanana itu ke toko-toko furniture. Ternyata meja-meja itu laku keras dan habis terjual. Ini membuat Au semakin percaya bahwa konsumen telah lama menantikan sebuah meja belajar yang lebih praktis seperti buatannya. Pada tahun 1983, Au benar-benar menekuni bidang furniture dan meninggalkan profesinya sebagai pembuat box speaker. Setahun sebelumnya dia meresmikan sebuah pabrik Cahaya Sakti Multi Intraco yang khusus memproduksi meja (menyusul kemudian tempat tidur, meja serbaguna, lemari hias, lemari pakaian, rak televisi, meja kantor, dan hampir semua jenis furniture.

Au menamai merek produknya “Olympic Furniture” karena terinspirasi dengan Olimpiade XXIII yang berlangsung di Los Angeles pada 1984. Au mengutip ajang olahraga tersebut sebagai label dengan harapan Olympic dapat bergaung sehebat olimpiade yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Inspirasi ini dikemudian hari menguntungkan Au karena konsumen lokal mengenalinya sebagai produk impor meskipun sebenarnya serpihan-serpihan perabot itu semuanya dibuat di Bogor dengan tenaga kerja lokal.

Pada tahun 1997, seperti kebanyakan pengusaha lain, Au mengalami goncangan dahsyat akibat Krisis Moneter yang melanda Indonesia ketika itu. Ongkos pembelian bahan baku membengkak gila-gilaan dan karyawan menginginkan kenaikan gaji, sementara rata-rata 5 dari 10 konsumen membatalkan membelian. Bisnis Au mengalami masa-masa paling suram dan hampir semua rencana besar terbengkalai begitu saja. Gara-gara krisis pula Au terpaksa menjual separuh lahan beserta gedung di daerah Sentul Jawa Barat yang awalnya direncanakan sebagai pusat produksi terpadu, mulai dari pengolahan kayu hingga finishing.

Au mendapatkan ide lain untuk mengatasi masalah ini. Bila sebelumnya ia hanya mengandalkan toko-toko furniture untuk menjual produknya, kini ia bekerja sama dengan peritel besar seperti Carrefour dan Giant. Ia juga bekerjasama dengan gerai kredit Columbia agar konsumen lebih mudah mendapatkan dana untuk membeli produknya. Strategi ini berhasil mengembalikan penjualan Olympic ke tingkat semula, bahkan lebih.

Memasuki tahun 2003 ia menggandeng perusahan furniture asal Jerman, Garant Mobel International dan bersama-sama mendirikan Garant Mobel Indonesia (GMI) dengan 75% saham dimiliki Olympic. GMI bertindak sebagai pemberi hak waralaba yang menghubungkan pemasok dan para peritel mebel merek Garant asal Jerman, dan merek kelas atas milik Olympic. Usaha ini menciptakan merek baru MER yang diwaralabakan dengan biaya minimal Rp.500 juta beserta show room seluas 100 meter persegi. Kerja sama ini menjadikan Au sebagai peritel furniture pertama di Indonesia.

Au juga mulai mengibarkan merek-merek baru untuk menguasai pasar, misalnya Solid Furniture, Albatros, Procella, Olympia, dan furniture berharga murah Jaliteng. Diversifikasi produk itu dibuat berdasarkan daya beli target market-nya. Albartos misalnya mencoba menampilkan desain klasik dan minimalis yang disesuaikan dengan tren perkembangan desain rumah masyarakat kelas atas yang berselera ala Eropa dan Asia modern.(Sumber: noveloke.com)

Au merupakan kisah wirausahawan sukses yang mempunyai harapan besar agar usaha yang telah dirintisnya mampu bertahan dan bersaing agar menghasilkan perusahaan yang berkualitas terbaik. Semua ini adalah berkat kerja keras, kegigihan, dan pantang menyerah yang tercermin dalam sosoknya. Au Bintoro adalah pelopor industri furniture Indonesia yang sangat dikenal semua kalangan, baik dari tingkat office boy sampai direktur perusahaan. Dengan membawa visi yang diembannya, maka tumbuhlah perusahaan yang mampu merajai kelas dunia. Selain itu dengan membawa merek olympic furnitue, Au semakin memimpin di puncak perbisnisan furniture yang ada di Indonesia. Akhirnya saya berharap agar pembaca sekalian bisa memetik makna dari perjalanan kisah sukses wirausahawan di atas. Jaga terus semangat entrepreneurship, salam sukses selalu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar