Kisah Pengusaha Sukses di Indonesia - Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono

Kisah pengusaha sukses di Indonesia yang diangkat pada artikel berikut ini ialah sejarah berdirinya perusahaan taksi yang mempunyai lambang burung berwarna biru tua. Ya taksi yang dimiliki grop ini sudah membanjiri ruas-ruas jalan di kota besar yang ada di Indonesia. Sebut saja kota yang dipadati dengan taksi ini, mulai dari Jakarta, Bali, Bandung, hingga Lombok. Siapa nyana usaha yang berawal dari menjajakan bisnis taksi gelap sekarang berubah menjadi market leader di perbisnisan Indonesia, terutama dibidang transportasi. perjuangan wanita ini boleh dikatakansuper hebat dalam merintis usaha. Gamabaran hidupnya dalam membawa nama Blue Bird agar menjadi nomor satu penuh dengan halangan dan rintangan. Wanita inipun tidak segan-segan melawan unek-unek  yang menerpa pilar usahanya. Saat ini kelompok usaha yang akrab didengar dengan Group Blue Bird ini mempunyai lebih dari puluhan anak perusahaan.

Wanita yang satu ini menorehkan kisah pengusaha sukses di Indonesia dengan perjuangannya yang keras. Wanita yang dilahirkan di kota Malang, Jawa Timur tepatnya pada tanggal 17 Oktober 1923 ini adalah wanita yang memiliki sifat dan karakteryang baik kepada siapa saja. Nama lengkapnya Mutiara Siti Fatimah. Ia mengenyam pendidikan dari SD sampai SMA di kota yang terkenal dengan buah apelnya. Setelah beranjak dewasa, Mutiara memutuskan untuk menikah dengan pria yang bernama Djokosoetono. Untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti kisah pengusaha sukses di Indonesia berikut ini.



profil pengusaha sukses indonesia
Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono

Kisahnya dimulai dari sebuah bemo, kendaraan umum dengan roda tiga yang belakangan ini makin sulit ditemui. Selanjutnya adalah 13 ribu armada Blue Bird, perusahaan taksi berlogo burung biru yang didirikan oleh Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, kini almarhumah.

Burung biru, sejatinya adalah sebuah dongeng di Eropa, yang didengar oleh Mutiara, saat tinggal di Belanda. Dongeng itu bercerita tentang nasihat seekor burung berwarna biru kepada seorang gadis, yang intinya semua keinginan bisa digapai asal si gadis bersedia bekerja keras dan jujur.

Dongeng ini begitu membekas pada ibu dua anak dari perkawinannya dengan Prof. Djokosoetono itu, yang kini namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan dalam kompleks Universitas Indonesia, tempatnya mengabdi.

Dari segi bisnis, kehidupan keluarga Mutiara dimulai saat suaminya meninggal. Satu buah bemo yang dimiliki dan dikemudikan Chandra Soeharto, putra pertamanya, ikut menjadi penopang perekonomian keluarga. Purnomo, adik Chandra yang tidak memiliki surat izin mengemudi, bertugas sebagai asisten alias kondektur.

Mutiara mulai masuk ke bisnis taksi setelah dapat hadiah dua mobil dari polisi dan tentara, sebagai jasa atas pengabdian sang suami yang meninggal tahun 1965. Berhubung yang selalu menyopiri adalah Chandra, maka nama yang dikenal pun Chandra Taksi.

Izin sebagai perusahaan taksi, diperoleh Mutiara era Gubernur Ali Sadikin (alm) memimpin Jakarta, pada tahun 1971. Sempat tidak diberikan izin lantaran belum berpengalaman, membuat wanita kelahiran Malang, Jawa Timur itu makin kreatif. Para penumpang Chandra Taksi dimintai rekomendasi layanan mereka, kemudian diajukan ke Gubernur. Hasilnya: izin pun keluar.
Selamat jalan bemo. Karena setahun setelah Blue Bird berdiri, 25 taksi langsung dioperasikan. Mobil-mobil yang digunakan adalah buah kepercayaan para istri mantan pejuang terhadap Mutiara. Ini, armadanya sudah mencapai 21 ribu taksi.

Bisnisnya pun melebar hingga ke angkutan kontainer. Namun yang pasti, tetap konsisten di jalur transportasi darat yang setiap bulan melayani 8,5 juta penumpang. (sumber: plasadana.com)

Itulah sebuah kisah pengusaha sukses di Indonesia yang didapat oleh Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono. Walaupun tanpa kehadiran seorang suami, namun semangat bisnisnya tidak pernah pudar, sekalipun dirinya tidak tahu sama sekali mengenai dunia bisnis.  Dengan hanya berbekal keinginan yang kuat untuk menghidupi anaknya, akhirnya ia mampu untuk meraih segala cita-citanya.

Cermin perjalanan seorang Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono tampaknya patut dicontoh dan diterapkan dalam menjalankan usaha. Keberhasilan itu semua tak lepas dari kerja keras, optimisme yang yang tinggi, dan kecintaannya terhadap pekerjaan. Teruslah melaju Blue Bird Group agar menjadi perusahaan paling terdepan di garda bisnis transportasi Indonesia. Semoga bermanfaat dan bisa menambah semangat anda, salam sukses luar biasa.

Kisah Sukses Pengusaha Makanan - Puspo Wardoyo

Kisah sukses pengusaha makanan Ayam bakar Wong Solo, Siapa yang tidak mengenal nama rumah makan yang satu ini. Restoran yang selalu mengubah penampilannya secara berkala ini mampu menyedot perhatian konsumen untuk berkunjung mencicipi menu makan yang ada didalamnya. Rumah makan yang dibuka secara kecil-kecilan ini sekarang menjelma menjadi salah satu rumah makan papan atas Indonesia. Buktinya telah berkibar Ayam Bakar Wong Solo puluhan gerai yang tersebar di kota-kota besar di nusantara. 

Ayam Bakar Wong Solo merupakan bisnis kuliner yang mengantarkan banyak pengusaha sukses yang ada di Indonesia melalui kisah sukses perjalan Puspo Wardoyo sebagai pendirinya. Beliau sosok tokoh pengusaha yang pantang menyerah, pekerja keras dan selalu bersemangat dalam mengembangkan usahanya. Memang banyak sekali tantangan dan hambatan yang dihadapi beliau hingga mencapai puncak kesuksesannya. Simak perjalanan panjang pria ini meraih keberhasilannya.

profil pengusaha sukses indonesia

Puspo Wardoyo


Puspo Wardoyo, merintis waralaba Ayam Bakar Wong Solo hingga menjadi sebesar sekarang ini dari titik paling bawah. Ia pernah menjajakan ayam bakar di kaki lima. Sejak kecil Puspo sudah terbiasa berurusan dengan ayam. Orangtuanya penjaja ayam. Pagi hari, Puspo kecil membantu menyembelih ayam untuk dijual di pasar. Siang sampai malam, ia membantu orangtuanya menjajakan menu siap saji seperti ayam goreng, ayam bakar, dan menu ayam lainnya di warung milik orangtuanya di dekat kampus UNS Solo.

Impian itu sendiri terinpirasi oleh cerita seorang pedagang bakso yang sukses mengarungi hidup di Medan. Ketika pria kelahiran 30 November 1957 itu tengah merintis usaha warung lesehan di Solo selepas mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil, suatu saat pedagang bakso asal Solo tersebut bertandang ke tempat Puspo.

Dia bercerita bahwa peluang usaha warung makan di Medan sangat bagus. Pedagang bakso itu telah membuktikannya. Dalam sehari ia bisa meraup keuntungan bersih di akhir tahun 1990 itu sekitar Rp 300.000. Dari keuntungan berjualan bakso dengan gerobak sorong itulah teman Puspo ini bisa pulang menengok kampung halamannya di Solo setiap bulan. "Dengan uang, jarak antara Solo Medan lebih dekat dibanding Solo Semarang, " kata Puspoyo menirukan ucapan temannya tadi. Wajar saja jika dengan pesawat terbang waktu tempuh antara MedanSolo Berganti pesawat di Jakarta hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Sementara dengan naik bis jarak antara SoloSemarang ditempuh sekitar empat jam.

Cerita sukses temannya itu begitu membekas di benak Puspo. "Saya bertekad bulat akan merantau ke Medan, " pikirnya. Untuk mewujudkan keinginannya itu, apa boleh buat, warung makan yang termasuk perintis warung lesehan di kota pusat kebudayaan Jawa itu pun ia jual kepada temannya. Uang hasil penjualan yang tak seberapa itu ia manfaatkan untuk membeli tiket bus ke Jakarta. Mengapa Jakarta? "Karena dengan uang yang saya miliki, bekal saya belum cukup untuk merantau ke Medan, " katanya.


Ketika tengah merantau di ibu kota itu, suatu hari Puspo membaca lowongan pekerjaan sebagai guru di sebuah perguruan bernama DR Wahidin di Bagan Siapiapi, Sumatera Utara. Apa boleh buat, demi mewujudkan citacitanya, ia berusaha mengumpulkan modal dengan kembali menjadi guru. Bedanya, kali ini ia tidak lagi menjadi pegawai negeri seperti sebelumnya ketika menjadi staf pengajar mata pelajaran Pendidikan Seni di SMA Negeri Muntilan, Kabupaten Magelang. "Target saya cuma dua tahun menjadi guru lagi," katanya.

Di sinilah anak pasangan Sugiman Suki ini ketemu dengan isteri pertamanya Rini Purwanti yang sama-sama menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut. Dua tahun menjadi guru ia berhasil mengumpulkan tabungan senilai Rp 2.400. 000. Dengan uang inilah keinginannya menaklukkan kota Medan tak terbendung lagi. Uang tabungan itu sebagian ia gunakan untuk menyewa rumah dan membeli sebuah motor Vespa butut. Masih ada sisa Rp 700.000 yang kemudian ia manfaatkan sebagai modal membangun warung kaki Lima di bilangan Polonia Medan.

Disini ia menyewa lahan 4x4 meter persegi seharga Rp 1.000 per hari. Suatu saat pegawainya tertimpa masalah. Ia terlibat utang dengan rentenir. Puspo membantunya dengan cara meminjamkan uang. Sebagai ucapan terimakasih, sang pegawai membawa wartawan sebuah harian lokal Medan. Si wartawan yang merupakan sahabat suami pegawai yang ditolong Puspo kemudian menuliskan profilnya. Judul artikel itu Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo. Artikel itu membawa rezeki bagi Puspo. Esok hari setelah artikel dimuat, banyak orang berbondong-bondong mendatangi warungnya. Siapa sangka jika dari sebuah warung kecil ini kemudian melahirkan sebuah usaha jaringan rumah makan yang cukup kondang di seantero Medan. Impian untuk menaklukkan "jarak" Solo Medan lebih dekat dibanding Solo Semarang pun menjadi kenyataan. Bukan itu saja, penilaian atas prestasi bisnis yang dirintis Puspo lebih jauh melewati impian yang ia tinggalkan sebelumnnya.

Dari ibu kota Sumatera Utara ini nanti Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo (Wong Solo) melejit ke pentas bisnis nasional. Belakangan ini nama Wong Solo semakin berkibarkibar setelah berhasil menaklukkan Jakarta setelah sebelumnva "mengapung" dari daerah pinggiran. Dalam waktu relatif singkat kehadiran Wong Solo telah merengsek dan menanamkan tonggaktonggak bisnisnya di pusat kota metropolis ini. Ekspansinya pun semakin tak tertahankan dengan memasuki berbagai kota besar di Indonesia.

Fenomena Wong Solo mengundang decak kekaguman berbagai kalangan dari pejabat pemerintah, para pelaku bisnis hingga para pengamat. Hampir semua outletnya di Jakarta selalu sesak pengunjung, terutama di akhir pekan dan hari libur. Bahkan ketika bulan Ramadhan kemarin, semua outlet tersebut membatasi jumlah pengunjung saat berbuka puasa.

Skala usaha Wong Solo itu memang belum sekelas para konglomerat masa lalu yang dengan enteng menyebut angka aset, omset atau keuntungan per tahun yang triliunan rupiah. "usaha saya memang belum kelas triliunan seperti para konglomerat yang kaya utang itu," paparnya. Kendati masih tergolong usaha menengah, namun kinerja wong Solo sangat solid dan tak punya beban utang. Ia memiliki pondasi kuat untuk terus berkembang. Untuk mewujudkan mimpimimpinya, ayah sembilan anak dari empat istri ini telah melewati rute perjalanan yang berlikaliku lengkap dengan segala tantangannya.

Ada masa ketika di waktuwaktu awal merintis usaha di Medan ia nyaris patah semangat garagara selama berhari-hari tak pernah meraih untung. Hanya berjualan dua atau tiga ekor ayam bakar plus nasi, terkadang dalam satu hari tak seekor pun yang laku. Pernah pula seluruh dagangannya yang telah dimasak di rumah tumpah di tengah jalan karena jalanan licin sehabis hujan. "Apa boleh buat, saya terpaksa pulang dan memasak lagi". katanya. Istrinya yang tak sabar melihat lambannya usaha Puspo bahkan sempat memberi tahu ayahnya agar memberitahu ayahnya agar mempengaruhi Puspo supaya tak berjualan ayam bakar lagi. "Mertua saya bilang, kapan kamu akan tobat," katanya menirukan ucapan sang mertua.

Pada awal perantauannya ke Medan, Puspo wardoyo, sama sekali tak menyangka jika usaha warung ayam bakar “Wong Solo” akan berkembang seperi sekarang. Maklum, rumah makan yang dibukanya hanyalah sebuah warung berukuran sekitar 3x4 meter di dekat bandara Polonia, Medan. Setahun pertama dia hanya mampu menjual 3 ekor ayam per hari yang dibagibagi menjadi beberapa potong. Harga jual per potongnya Rp 4.500 plus sepiring nasi.

Di tahun kedua, naik menjadi 10 ekor ayam per hari Namun sekarang, 13 tahun kemudian, di memiliki lebih dari 16 cabang tersebar di medan, Banda Aceh, Padang, Solo, Denpasar, Pekanbaru, Surabaya, Semarang, Jakarta, Malang dan Yogyakarta meskipun masih mengandalkan ayam bakar, namun menunya kini makin beragam hingga 100 jenis. Sudah terbiasa bagi Wardoyo untuk menyisihkan 10 % dari keuntungannya untuk amal. Dia percaya, Tuhan akan memperkaya orang yang banyak beramal. Maka jangan heran bila Anda kebetulan mampir di salah satu rumah makannya menyaksikan karyawannya sedang berkerumun di saat menjelang atau usai jam kerja. Mereka sedang melaksanakan ibadah “kultum” atau kuliah tujuh menit.

Promosi dari mulut ke mulut membuat warungnya makin terkenal. Terlebih ketika seorang wartawan daerah membuat tulisan tentang “Wong Solo”, makin ramai saja orang yang makan ke warungnya. Pernah suatu hari dia kewaalahan memenuhi pesanan pelanggan. Di saat tiga ekor ayam jualannya habis, datang pembeli lain yang bersedia menunggu asalkan Wardoyo mau mencari ayam batu ke pasar. Diapun memenuhi permintaan pelanggan tersebut dengan membeli tiga ekor ayam lagi. Namun datang lagi pelanggan lain yang juga bersedia menunggu Wardoyo mencari ayam ke pasar. “Seharian itu, hingga larut malam saya pontang panting ke pasar untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berdatangan,” kata Wardoyo mengenang.

Bersamaan dengan bertambahnya pelanggan, dua tahun kemudian Wardoyo memperluas warungnya hingga layak disebut rumah makan. Jiwa seni Wardoyo nampak tergurat pada bentuk bangunan dan penampilannya yang cenderung “nyleneh”. Dalam bentuk bangunan, misalnya, Wardoyo tak segansegan mengeluarkan uang cukup besar untuk membayar seorang arsitek guna mewujudkan imajinasinya terhadap suatu bentuk bangunan.

Perpaduan seni dan entrepreneurship Wardoyo juga tertuang dalam pendekatan terhadap konsumen. ”Saya berusaha menghafal namanama semua pelanggan saya. Sehingga sewaktu mereka datang saya harus menyambut mereka dengan menyebut namanya,” papar Wardoyo. Inilah yang disebutnya sebagai “menjadikan pelanggan sebagai saudara”.

Seiring dengan berkembangnya “Wong Solo”, Puspo Wardoyo membuka kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menikmati nilai tambah Wong Solo melalui system waralaba. Untuk waralaba tersebut, Wardoyo telah membuat standarisasi dalam hal rasa dan gerai (outlet). Jika seseorang membeli waralaba “Wong Solo” di Jakarta, dipastikan sama rasa dan penataan gerainya dengan “Wong Solo” Medan atau di tempat lain.

Setelah sukses membesarkan “Wong Solo”, apa harapan Puspo Wardoyo selanjutnya ? Dengan sungguhsungguh dia menyahut,” Ingin terus bekerja keras, kaya raya, banyak istri, dan masuk surga.” (sumber: kerjasejahtera.blogspot.com)

Sekarang gerai Wong Solo telah berdiri hampir di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Keuletan Puspo Wardoyo dalam membesarkan warung makan ayam bakarnya menjadi idaman masyarakat memang tidak mudah. Ia harus merasakan terlebih dahulu berbagai cobaan, rintangan, halangan, hingga masa-masa sulit yang mencekam. Bermodalkan kesabaran, kerja keras, pantang menyerah, dan dibumbui ketaqwaan dalam menjalankan usaha berdasarkan syariat Islam, tak pelak ia mampu menorehkan prestasi yang gemilang, yakni ia mendapat penghargaan Enterprise-50 sebagai Waralaba Lokal Terbaik dari Pesiden RI, Megawati Soekarnoputri. Teruslah berkarya Puspo Wardoyo. Itulah kisah sukses pengusaha makanan yang menginspirasi dan patut kita contoh untuk pengembangan bisnis kita. Salam sukses selalu!

Kisah Sukses Perusahaan - Thomas Effendy

Kisah sukses perusahaan produsen kaos kenamaan Ie-Be dan  Cablines yang berlambangkan tulang ikan bandeng ini adalah jerih payah seorang laki-laki bernama Thomas Effendy. Dalam merintis usaha pembuatan kaosnya, ia selalu diterpa kegagalan demi kegagalan. Namun, berkat kerja keras dan pantang mundur dalam melakoni usaha, ia berhasil menggapai keinginannya. Perusahaan yang memproduksi kaos-kaonya sangat diminati oleh para konsumen, terutama anak remaja. Akhirnya, kaos yang banyak memiliki aneka warna dan desain yang unik ini menjadi salah satu ikon kaos buatan asli Indonesia.

Laki-laki yang dibesarkan di daerah Kalimantan Barat, tepatnya di kota yang dilalui garis katulistiwa, Pontianak ini adalah anak seorang pemilik warung kopi. Saat beliau kecil termasuk anak yang jujur, periang, dan suka membantu sesama. Ia pin sering membantu orang tuanua melayani konsumen yang berkunjung ke warung kopinya. Beliau ternyata mempunyai daya juang yang tinggi dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Marilah kita bersama mengikuti kisah sukses perusahaan kaos Ie-Be yang dimotori oleh tokoh Thomas Effendy ini.  

profil pengusaha sukses indonesia
Thomas Effendy

Sukses meniti karier di sebuah perusahaan asing tidak membuat niat Thomas Effendy untuk menjadi pengusaha jadi surut. Bersama adiknya, Thomas pun berjualan baju untuk orang gaul: ie-be dan CabLines.

Kalau Anda rajin jalan-jalan di pusat perbelanjaan, mungkin Anda pernah melihat konter kaus dengan merek ie-be. Ini adalah merek salah satu baju kaus produksi dalam negeri, seperti halnya C-59 atau H&R. Kaus yang berlogo tulang ikan ini biasanya memiliki desain yang gaul dengan warna-warna cerah. Maklum saja, ie-be memang didesain sebagai kaus untuk anak muda yang gaul.

Saat ini, kaus ie-be boleh dibilang sudah cukup terkenal. Bahkan, penggemar kaus gaul itu tampak makin banyak. “Pasar kaus untuk anak muda dan anak gaul ini ternyata bagus,” ungkap Thomas Effendy, Presiden Komisaris PT Central Aneka Busana, produsen kaus ie-be. Makanya, jangan heran kalau sekarang ie-be memasang gelar Clothing Indonesia Number One.Tapi, posisi wahid ini bukan dicapai dengan jalan mudah. Banyak masalah yang harus dihadapi Thomas sebagai pendiri ie-be untuk membesarkan merek ini.

Thomas merintis usaha kaus pada tahun 1996. Saat itu Thomas memang ingin menjalankan sebuah bisnis. Hal ini bukan didorong karena Thomas butuh penghasilan tambahan, lo! Soalnya, waktu itu Thomas sudah memiliki jabatan empuk, yakni Assistant Vice President Finance Charoen Pokphand Indonesia.

Thomas mengaku sudah lama menyimpan keinginan untuk berwirausaha. “Saya memang sudah bertekad, pokoknya, saya harus jadi entrepreneur,” kenang pria yang berasal dari Pontianak ini. Tak tahunya, niat yang menggebu-gebu tadi sulit dilaksanakan. Pasalnya, perusahaan tempat Thomas bekerja melarang karyawannya berbisnis.

Salah segmen pasar

Hanya, pria kelahiran tahun 1958 ini tidak kurang akal. Untuk mengakali ketentuan itu, Thomas hanya memosisikan dirinya sebagai investor. Urusan operasional dan manajerial bisnis diserahkan kepada adiknya.

Kebetulan, sebelumnya si adik yang bernama Thomas Subekti bekerja di perusahaan pakaian dengan merek Hammer. Dus, setelah sang adik keluar dari pekerjaannya, Thomas bersaudara pun mantap menjalankan bisnis.

Awalnya Thomas menyewa sebuah ruko di Penjaringan dan merekrut empat orang untuk membantu produksi. Modalnya, menurut pengakuan Thomas, hanya beberapa juta rupiah. “Saya sudah lupa,” katanya. Dengan mengusung merek Cab Equipment, Thomas mulai berbisnis kaos. “Nama Cab itu singkatan dari Central Aneka Busana, nama perusahaannya,” kenang bapak dua anak ini, terkekeh. Awalnya, Thomas mencoba masuk ke segmen pasar dewasa.

Saat itu, model jualan yang dipakai Thomas masih door to door. Thomas meminta bantuan teman-teman dan kenalannya untuk menjual kaos bikinan mereka.

Malangnya, dewi fortuna belum berpihak pada Thomas. Baru setahun berbisnis, usaha Thomas sudah kena gonjang-ganjing krisis moneter. Saat itu daya beli masyarakat benar-benar rendah, sehingga Thomas kesulitan menjual produk yang telanjur dibikin.

Gawatnya lagi, bulan Mei 1998 terjadi kerusuhan besar. “Waktu itu bisnis saya sudah hampir mati,” tutur pria yang sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur Charoen Pokphand Indonesia ini. Kata Thomas, saat itu produksi kausnya sempat benar-benar berhenti.

Si adik yang menjadi pengendali perusahaan pun semakin khawatir dengan kelangsungan bisnis. Maklum saja, demi menjalankan bisnis, Subekti sampai meninggalkan pekerjaannya. Namun, Thomas meyakinkan adiknya untuk bersabar dan tetap optimistis keadaan akan membaik.

Untunglah, tahun 1999 pabrik Thomas sudah mulai bisa berproduksi lagi. Bahkan, tahun itu Thomas mulai memasarkan produk-produknya lewat department store. “Pertama kali kami masuk lewat Ramayana,” ujarnya.

Namun, bisnis Thomas belum juga berlangsung mulus. Sebabnya: Thomas menyasar segmen pasar yang salah. Dus, beberapa kali Thomas mengubah segmen pasarnya. Mulai dari segmen dewasa, menengah ke atas, sampai menengah ke bawah.Sukses baru dirasakan Thomas saat meluncurkan merek baru. Pada tahun 2001, Thomas mengeluarkan baju kaus dengan merek Iwak Bandeng. Sejak awal, Thomas menyasar segmen anak muda dan anak gaul lewat merek ini. Rupanya, hoki Thomas memang di segmen ini. Merek Iwak Bandeng pelan-pelan jadi terkenal.

Kalau dirunut, Iwak Bandeng jadi terkenal karena usaha Thomas untuk mempromosikan merek ini. Thomas tidak segan-segan menyewa artis top seperti Irfan Hakim, Raffi Ahmad, Nadia Vega, dan Alyssa Soebandono sebagai ikon kausnya. Thomas juga rajin membawa artis-artis tadi untuk roadshow keliling Indonesia demi memperkenalkan kausnya.

Selain itu, Thomas juga menyingkat nama Iwak Bandeng menjadi ie-be. Alasannya, “Supaya terdengar lebih gaul,” kata Thomas yang sekarang memiliki 900 karyawan untuk garmen ini.

Biarpun ie-be sudah berenang dengan sukses, Thomas tidak melupakan merek Cab Equipment. Thomas mengubah merek tersebut menjadi CabLines, dan memasarkannya untuk segmen eksekutif gaul. Strategi ini sukses.Sekarang, Thomas bersaudara mulai memetik hasil jerih payahnya. Jualan door to door pun sudah tak lagi dilakoni. Saat ini, ie-be dan CabLines sudah bisa ditemukan di enam gerai dan 439 konter di seluruh Indonesia.

Tetap Ingat Keluarga dan Kampung

Jangan menjadi kacang yang lupa dengan kulitnya. Prinsip ini rupanya dipegang teguh oleh Thomas Effendy. Anak keenam dari sepuluh bersaudara ini selalu mengingat dari mana dia berasal dan keluarga yang telah membesarkannya. Lahir dari orangtua yang bekerja sebagai pemilik warung kopi membuat Thomas benar-benar mengerti apa arti kerja keras. Selain itu, Thomas juga sadar, walaupun saat ini dia sukses sebagai profesional dan juga sukses berbisnis, tidak semua anggota keluarganya bisa sesukses dia. “Artinya, rezeki saudara-saudara saya yang lain ada yang dititipkan lewat saya,” tutur Thomas.

Karena itu, bila ada anggota keluarganya yang kemalangan, misalnya sakit keras namun tidak punya cukup dana untuk berobat, Thomas tidak segan membantu saudaranya tersebut.

Selain itu, Thomas juga tidak pernah melupakan kota tempat dia dilahirkan, yaitu Pontianak. Dus, jangan heran kalau dari enam gerai ie-be dan CabLines yang ada di Indonesia, tiga di antaranya, ternyata berada di Pontianak, Kalimantan Barat. Bahkan,Thomas memilih Pontianak sebagai lokasi gerai ie-be yang pertama. “Kalau bukan kita yang orang sana yang membangun dan membesarkan Pontianak, siapa lagi?” ujar dia. Wah, salut! (sumber: blogkage.wordpress.com)

Sukses meniti karier di bidang garmen tidak membuatnya lupa akan masa kecilnya yang dilaluinya dengan kerja keras. Ia sadar bahwa tidak mudah dalam meraih semua keberhasilan itu. Terlebih dahulu ia harus berjuang melawan kegetiran dalam merintis usaha, namun karena sebuah cit-cita luhur, segera mungkin ia bangkit untuk mengatasinya. Berbekal kesabaran dan pantang menyerah, akhirnya kesuksesan menerpa dirinya. Walaupun dikenal sukses, beliau tidak segan untuk menolong sesama, apalagi terhadap keluarga. Contohnya saja ketika salah satu saudaranya mengalami sakit keras, namun tidak punya cukup biaya untuk berobat, maka secepatnya pengusaha sukses ini membantu biaya saudaranya. Sukses dan selalu berjaryalah Ie-be, agar masyarakat Indonesia selalu menanamkan sikap cinta kepada produk dalam negeri. Itulah kisah sukses perusahaan kaos ie-be dengan Thomas Effendy sebagai nahkodanya. Semoga dapat menginspirasi, salam sukses selalu!

Kisah Nyata Pengusaha Sukses - Mochtar Riady

Kisah nyata pengusaha sukses berikut ini adalah seorang laki-laki berjiwa ksatria dan penuh kegigihan mampu membawa nama dan perusahaannya berada di puncak perbisnisan tanah air. Apa lagi kalau bukan Group Lippo. Ketekunan dan keseriusan sang pendiri dalam membangun kerajaan bisnis Group Lippo tampaknya wajib dicontoh.

Anak seorang pedagang batik ini tidak mudah dalam meraih sukses. Ia harus melewati berbagai halangan, rintangan dan kegetiran dalam merintis uasah. Tak jarang kehidupan kecilnya sering mengalami kesulitan. untuk lebih jelasnya marilah kita ikuti perjalanan kisah nyata pengusaha sukses ini.

profil pengusaha sukses indonesia
Mochtar Riady

Mochtar Riady (Hanzi: 李文正, Hokkien: Li Moe Tie, pinyin: Li Wenzheng; lahir di Kota Malang, 12 Mei 1929; umur 83 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia terkemuka, pendiri dan presiden komisaris dari Grup Lippo. Ia banyak dikenal orang sebagai seorang praktisi perbankan andal, serta salah seorang konglomerat keturunan Tionghoa-Indonesia telah yang berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.

Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Mochtar Riady menduduki peringkat ke-38 dengan total kekayaan US$ 650 juta.

Kehidupan awal

Ayah Mochtar Riady adalah seorang pedagang batik bernama Liapi (1808-1959), sedangkan ibunya bernama Sibelau (1989-1939). Kedua orangtuanya merantau dari Fujian dan tiba di Malang pada tahun 1918.

Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda karena menentang pembentukan Negara Indonesia Timur dan sempat ditahan di penjara Lowokwaru, Malang. Ia kemudian di buang ke Cina, dan ia kemudian mengambil kuliah filosofi di Universitas Nanking. Mochtar Riady tinggal di Hongkong hingga tahun 1950, dan kemudian kembali lagi ke Indonesia. Pada tahun 1951 ia menikahi Suryawati Lidya, seorang wanita asal Jember.

Perjalanan karier

Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketertarikan Mocthar Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 mei 1929 ini disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank yang berpakaian perlente dan kelihatan sibuk. Mochtar Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir menurut ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.


Oleh mertuanya, Mochtar Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Mochtar Riady telah dapat memajukan toko mertuanya tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954, walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh keluarganya. Mochtar Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas.

Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di jalan hayam wuruk selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu, Mochtar Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Mochtar Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun. Mochtar Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.

Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady sangat pusing melihat ''balance sheet'', dia tidak membaca dan memahaminya, namun Mochtar Riady pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet tersebut, namun sia-sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standard Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.

Akhirnya, dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa, tentu saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar Riady pun untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama sebulan penuh, Mochtar Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat, ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat.

Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Mochtar Riady pindah ke Bank Buana, kemudian pada tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.
Kunci Sukses

Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran, sedangkan Dje adalah memiliki rasa malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan sering kali membuat orang kagum, dia dapat dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya.

Salah satu contohnya, ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa perubahan ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di Universitas Indonesia, di situ dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana,dkk. Mochtar Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.

Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya.

Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya dalam hal jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat, padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut. Dengan otomatis, orang mengenal siapa Mochtar Riady.
Sejarah Jaringan Bisnis

Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929 adalah pendiri Grup Lippo, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai.

Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.

Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Saat ini Group Lippo memiliki lima cabang bisnis yakni :

#Jasa keuangan: perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset, sekuritas.

#Properti dan urban development: kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri.

#Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi.

#Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.

#Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.

Terkenal Dengan

Dia dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Chairman Group Lippo ini dikenal sebagai seorang praktisi perbankan yang handal. Bahkan patut digelari seorang filsuf bisnis jasa keuangan yang kaya ide dan solusi mengatasi masalah. Seorang konglomerat yang visioner dan sarat dengan filosofi bisnis. Dia pantas menjadi panutan bagi para pengusaha dan pelaku pasar serta siapa saja yang ingin belajar dari pengalaman orang lain.

Dalam RUPS PT Bank Lippo Tbk (LippoBank), Jumat 4 Maret 2005, Mochtar Riady mengundurkan dari jabatan komisaris utama agar bisnis keluarga tersebut berubah menjadi entitas bisnis kelembagaan yang sepenuhnya berjalan atas tuntutan profesionalisme. Pengunduran ini menandai tidak adanya lagi keluarga Riady yang duduk jajaran pimpinan LippoBank.

Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929, setidaknya diakui kehandalannya sebagai filsuf bisnis Grup Lippo yang didirikannya. Di Grup Lippo ini, dia berhasil mengader James Tjahaya Riady (puteranya) dan Roy Edu Tirtadji menjadi filsuf bisnis handal juga. James dan Roy telah siap mendampingi dan melanjutkan visi bisnisnya. Mereka tampil sebagai filsuf dan pemikir sekaligus panglima yang menentukan arah bisnis semua perusahaan yang bernaung di bawah bendera Lippo, baik pada masa tenang apalagi pada masa sulit.

Masih ingat, ketika Bank Lippo di goyang rumor kalah kliring pada November 1995? Mochtar, pemilik nama Tionghoa, Lie Mo Tie, ini mampu mengatasinya dengan cepat. Dia laksana panglima perang yang dengan cerdas dan cekatan memonitor setiap perkembangan lapangan detik demi detik, serta memberikan instruksi-instruksi penting ke semua lini jajaran di bawahnya. Rumor kalah kliring itu pun dienyahkan dan bendera Bank Lippo pun makin berkibar.

Lippo Group

Grup Lippo, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga merambah di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian dan Shanghai. Saat ini Grup Lippo paling tidak memiliki 5 area bisnis utama.

Pertama, jasa keuangan yang meliputi perbankan, investasi, asuransi, sekuritas, manajemen aset dan reksadana. Jasa keuangan ini adalah core bisnis Lippo. Dalam bisnis keuangan ini, Lippo cukup konservatif. Sehingga bank ini selamat dari guncangan krisis moneter, walaupun sempat digoyang isu kalah kliring (1995) dan persoalan rekapitalisasi (1999). Perusahaan sekuritasnya, Lippo Securities, juga memiliki reputasi yang cukup baik. Begitu pula di bidang investasi, yakni Lippo Investment Management, Lippo Finance dan Lippo Financial. Juga jasa asuransi dengan tiga perusahaan penting yaitu AIG Lippo (Lippo Insurance) dan Asuransi Lippo ( Lippo General Insurance).

Kedua, properti dan urban development. Bisnis yang meliputi pembangunan kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri. Lippo tidak hanya membangun perumahan, tetapi suatu kota yang lengkap dengan berbagai infrastruktur. Di tiga kota yang telah dibangun, yaitu Lippo Cikarang, Bekasi di timur Jakarta, Bukit Sentul, Bogor di selatan Jakarta, dan Lippo Karawaci, Tangerang di barat Jakarta, para penghuni bisa mengakses TV Cable sekaligus fasilitas internet.

Ketiga, pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi. Hampir semua bisnis ini dikonsentrasikan di luar negeri dan dikontrol oleh kantor pusat Grup Lippo yang berbasis di Hong Kong, dipimpin puteranya Stephen Riady. Aktivitas bisnisnya, antara lain, pembangunan jalan tol di Guang Zhou, pembangunan kota baru Tati City di Provinci Fujian, Gedung Perkantoran Plaza Lippo di Shanghai dan membangun kawasan perumahan elit dan perkantoran di Hong Kong.

Keempat, bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Lippo Industries, memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi, serta komponen otomotif memproduksi kabel persneling.

Kelima, bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi, hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Dari pada orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika Rumah Sakit itu diluncurkan.

Selain Rumah Sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan. Sekolah ini mendapat sorotan karena biayanya menggunakan dolar AS dan dinilai mahal untuk saat itu. Tetapi para pendiri Lippo beranggapan bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Pelita Harapan adalah yang terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh tambahan pendidikan ekstra kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu komputer. Guru-guru pun didatangkan dari Amerika.

Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan, banyak orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk masuk ke dunia bisnis ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan Matahari merupakan salah satu penyewa terbesar. Selain Matahari, Wal Mart dan JC Penney juga turut memeriahkan Lippo Supermal yang memiliki luas 210.000 meter persegi.

Sejarah Grup Lippo

Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo.
Cita-Cita jadi Bankir

Jalan berliku ditempuhnya untuk mencapai cita-cita menjadi seorang bankir. Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketika itu, anak dari pedagang batik, ini setiap hari berangkat sekolah selalu melewati gedung megah kantor Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank itu berpakaian rapih serta selalu sibuk. Sejak itu, dia berharap saat dewasa akan menjadi seorang bankir.

Belum cita-citanya terwujud, pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina. Lalu, di sana ia menggunakan kesempatan kuliah filosofi di University of Nanking. Tapi akibat perang, Riady terpaksa pergi ke Hongkong hingga tahun1950 dan kemudian kembali ke Indonesia.

Sekembali ke Indonesia, Riady masih sangat ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Tapi ayahnya tidak mendukung. Karena menurut ayahnya, profesi bankir hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.

Pada tahun 1951, ia menikahi gadis pilihannya asal jember. Kemudian, mertuanya memberinya tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Hanya dalam tempo tiga tahun, dia berhasil memajukan toko tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Namun, keinginan menjadi seorang banker membuatnya kurang betah mengurusi toko itu.

Pada tahun 1954, dia pun memutuskan pergi ke Jakarta walaupun ditentang oleh keluarganya. Dia berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas. Dia merasa yakin akan dapat mewujudkan cita-cita menjadi bankir di kota metropolitan, kendati saat itu tidak memiliki seorang kenalan pun di Jakarta.

Mula-mula, dia bekerja di sebuah perusahaan komanditer di Jalan Hayam Wuruk selama enam bulan. Kesempatan itu dia gunakan untuk mulai membuka relasi. Kemudian ia bekerja pada seorang importer. Relasi pun mulai semakin banyak. Pada saat bersamaan, ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.

Dia belum juga bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Saat itu, kepada para sahabat, ia selalu mengutarakan cita-citanya itu. Lalu suatu saat, salah seorang temannya mengabari bahwa ada sebuah bank, Bank Kemakmuran, yang lagi terkena masalah. Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Walau belum punya pengalaman sedikit pun, dia berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik bank yang bermasalah itu, sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur.

Bayangkan, seorang yang belum berpengalaman sehari pun di bank atau sebagai akuntan, langsung diangkat menjadi direktur. Pada hari pertama sebagai direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet. Dia tidak bisa membaca dan memahaminya. Tapi, dia pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Lalu, sepanjang malam dia belajar untuk memahami balance sheet tersebut, namun sia sia. Kemudian, dia minta tolong kepada temannya yang bekerja di Standar Chartered Bank untuk mengajarinya. Tetapi dia masih belum mengerti.

Begitu galau hati dan pikirannya. Bagaimana pun kepura-puraan itu, cepat atau lambat, akan ketahuan juga. Akhirnya, dia berterus terang kepada para pegawainya dan Andi Gappa, si pemilik bank. Tentu saja mereka sangat terkejut mendengar pengakuan itu. Riady pun meminta diberi kesempatan mulai bekerja dari dasar. Andi Gappa menyetujuinya. Riady bekerja mulai dari bagian kliring, cash dan checking account.

Dia menggunakan kesempatan itu bekerja sambil belajar dengan baik. Hanya dalam satu bulan, ia pun mengerti tentang proses pembukuan. Dia pun membayar seorang guru privat, yang mengajarinya akuntansi.

Setelah itu, dia pun menunjukkan kelebihan sebagai seorang bankir. Hanya dalam setahun, Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah bank itu tumbuh dengan sehat, pada tahun 1964, Riady pindah ke Bank Buana, di sini dia juga mengukir berbagai kaeberhasilan. Ketika itu (1966), dia berhasil menyelamatkan Bank Buana dari kesulitan. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis akibat perubahan ekonomi secara makro.

Dia mengambil langkah jitu untuk menyelamatkan Ban Buana dari akrisis itu. Dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %. Padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menenaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya. Di sisi lain, banyak usahawan (debitur) yang ingin meminjam kendati diberi syarat ketat terutama dalam hal jaminan. Dengan cara itu, Bank Buana menjadi sehat. Sementara, saat itu ada beberapa bank yang bangkrut.

Nama Mochtar Riady pun mencuat, sebagai bankir bertangan dingin. Kemudian tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya dan Bank Industri Dagang Indonesia. Lalu tahun 1975, ia meninggalkan Bank Panin dan bergabung dengan BCA, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Di BCA, dia mendapatkan saham sebesar 17,5 persen dan menjadi seorang penentu kebijakan. Ketika Mochtar bergabung aset BACA hanya Rp 12,8 miliar. Saat dia keluar dari BCA pada akhir 1990 aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Pada setiap bank, sentuhan tangan Riady hampir selalu berbuah sukses. Dia mengaku memiliki filosofi tersendiri yang disebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian kejujuran dan Dje memiliki rasa malu. Selain itu, visi dan pandangannya yang jauh ke depan ketangkasannya membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya, telah membuat namanya semakin disegani kalangan perbankan.

Sementara, untuk memperdalam dan mempertajam pengalamannya, dia pun menyempatkan diri kuliah malam di Universitas Indonesia (UI). Di situ pula dia berkenalan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana dan lain-lain.

Tantangan Globalisasi

Sebagai seorang chairman yang memimpin puluhan CEO harus diakui bahwa Mochtar Riady memiliki visi yang jauh ke depan. Pengetahuannya yang luas dan pengalamannya telah membuat Grup Lippo selamat melewati badai dan guncangan krisis ekonomi berkepanjangan. Pada pertengahan 1995 ia pernah berkata, bahwa dunia sedang mengalami perubahan yang sangat cepat.

”Apabila kita berbicara tentang globalisasi kita sebenarnya didorong ke suatu era yang lebih jauh lagi, yaitu era era globalisasi ditambah liberalisasi tanpa batas negara. Semua itu terjadi karena dua faktor, yaitu revolusi teknologi informasi dan revolusi mata uang,” kata Mochtar.

Menurutnya, sejarah manusia sudah mengalami beberapa kali perubahan cara hidup karena penemuan-penemuan di bidang energi dan teknologi. Pada era 50-an, khususnya di Amerika Serikat terjadi perubahan gaya hidup, yakni masyarakat industri berubah menjadi masyarakat informasi. Akibat dari perubahan itu Amerika harus memindahkan labour intensive industry-nya ke negara-negara lain seperti Jerman Barat dan Jepang.

Tak lama Jepang pun mengalami hal yang sama sehingga harus memindahkan industrinya ke Hong Kong, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Dan ketika negara-negara tersebut menjadi macan Asia, mereka pun mengalami perubahan structural dalam masyarakatnya sehingga perlu memindahkan industrinya ke RRC dan negara-negara ASEAN.

Perpindahan industri ini menimbulkan investasi silang antarbangsa dan menimbulkan pula apa yang disebut dengan Asia-Euro-Dolar. Inilah era globalisasi. Dengan era globalisasi sedemikian ini timbul suatu ketergantungan antar suatu negara dengan negara lain. Kondisi tersebut meningkatkan hubungan perekonomian dan perdagangan sehingga dibutuhkan peraturan permainan ekonomi internasional.

Menurut catatan Mochtar, ada tiga perjanjian penting yang muncul pada 1994, yaitu GATT, WTO, dan APEC. Kalau ketiga organisasi internasional ini dihubungakan dengan organisasi lain seperti World Bank, IMF, ADB, Uni Eropa, AFTA, dan NAFTA, maka akan semakin jelas kalau organisasi-organisasi international ini semakin berperan penting menggantikan peranan pemerintah individu di dunia. Di sinilah dunia akan memasuki era globalisasi tanpa batas negara (borderless).

Sementara itu pada saat yang bersamaan dunia sedang menyaksikan terjadinya revolusi mata uang. Sebagai contoh, setiap hari terjadi transaksi foreign exchange (forex) lebih dari US$800 miliar, tetapi hanya sekitar US$10 miliar yang memiliki kaitan dengan fungsi alat pembayaran. Sisanya, 90,85 persen tidak ada hubungannya dengan fungsi alat pembayaran, tetapi berhubungan dengan barang dagangan. Kalau sudah menjadi barang dagangan tentu timbul pasar derivatif.

”Derivatif itu sifatnya spekulatif, sementara spekulatif itu adalah perjudian (gambling). Dengan demikian timbullah suatu kasino yang besar dan kuat di dunia. Sadar atau tidak sadar, senang atau tidak senang, siap atau tidak siap, kita sudah terlibat di dalam perjudian setiap hari,” kata Mochtar yang pernah menjadi Chairman Asian Banker Association pada 1992. Selanjutnya menurutnya, jumlah transaksi yang begitu besar, sekalipun lima negara maju menggabungkan forex reserve-nya tidak akan sanggup mengalahkan jumlah transaksi forex dalam sehari. Ini berarti tidak ada satu negara di dunia ini yang bisa memberikan counter exchange terhadap spekulasi.

Dua revolusi, revolusi teknologi yang dicerminkan dengan sistem super highway dan revolusi keuangan yang begitu cepat mutasinya membawa manusia kepada situasi yang serba cepat, serba berubah, serba tidak mantap, dan serba tidak pasti. ”Oleh karena itu, suatu bangsa atau suatu perusahaan harus memberikan reaksi yang cepat, kalau tidak bangsa atau perusahaan itu akan menghadapi masalah dan tekanan,” tegasnya.

BUMN Harus Lebih Berperan
Menurut Mochtar, yang mempunyai enam putra dan putri, untuk bisa bersaing di era globalisasi pemerintah harus semakin meningkatkan produktivitas BUMN.

Dikatakan, BUMN masih menguasai lebih dari 50 persen perekonomian nasional dan secara tidak sadar menikmati oligopoli dan monopoli. Tidak ada jalan lain selain membuat BUMN menjadi perusahaan yang efisien, menguntungkan, dan kalau perlu bisa segera go public. Sebagai perbandingan, menurut Mochtar, di RRC lebih dari 50 BUMNtelah masuk ke pasar modal. Bagaimana dengan Indonesia?

Sekarang kita berada pada abad yang mementingkan perbandingan teknologi dan mutu manusia. Itulah sebabnya ia sangat memperhatikan mutu pendidikan di Indonesia. Mendirikan Sekolah Pelita Harapan dan Universitas Harapan adalah bagian dari kepeduliannya terhadap dunia pendidikan nasional. Belum lama ini ia pun ditunjuk menjadi Wali Amanah Universitas Indonesia.

Mochtar yang pernah mengenyam pendidikan di The Eastern College, Chung Yang University, Nanking, RRC ini memiliki obsesi agar manusia Indonesia memiliki kualitas yang setara dengan masyarakat maju lain hingga siap memasuki era globalisasi.

Mochtar Riady, yang senang membaca buku Peter Drucker dan Prof Freeman memperoleh gelar Doctor of Laws dari Golden Gate University, San Francisco, Amerika Serikat dan pernah menjadi pembicara tamu di Universitas Harvard pada pertengahan 1984. Pada saat senggang, salah seorang filsuf Grup Lippo ini lebih senang melakukan perjalanan ke sejumlah proyeknya.

Apa arti globalisasi buat Lippo? Menurutnya, perusahaan dan para eksekutifnya harus lebih cepat lagi mengantisipasi perubahan yang sangat cepat ini. Itulah sebabnya ia sangat hati-hati memilih orang-orang yang akan menduduki posisi Chief Executive Officer-nya. (sumber: wikipedia.org)

Itulah perjalanan kisah nyata pengusaha sukses Mochtar Riady. Keinginannya kuat untuk menjadi seorang bankir sudah terlaksana. Walaupun ia harus melewati masa-masa sulit, tetapi karena sebuah cita-cita besar, segera ia mengatasinya dengan cepat dan penuh ketekunan. Beliau merupakan sosok yang tidak mudah putus asa dan pantang menyerah dalam menekuni usaha. Karakter seperti inilah yang cocok untuk ditiru dan diterapkan dalam menggeluti bisnis yang sudah memasuki super hiper-kompetitif sekarang ini. Semoga bisa menambah wawasan para pembaca, salam sukses selalu!

Kisah Sukses Pengusaha Kecil - Purdi E. Chandra

Kisah sukses pengusaha kecil pendiri sebuah lembaga pedidikan yang awalnya hanya mempunyai satu atau dua murid saja, kini telah memiliki ratusan ribu murid yang hampir tersebar dari Sabang sampai Merauke. Bahkan di tangan beliau, lembaga pendidikan ini berhasil meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia.

Pasti anda tak habis pikir karena bisnis yang besar dimulai dari bisnis yang kecil, yang hanya satu cabang, dan yang paling parah cuma dua orang murid saja. Tokoh yang satu ini patutlah diangkat kisah perjalanan usahanya sebagai inspirasi kita semua. Namun siapa sangka, keberhasilannya merintis usaha ini ternyata penuh dengan jatuh bangun. Ia sering dihadapi dengan cobaan dan rintangan. Tetapi berbekal kerja keras dan semangat pantang menyerah, akhirnya ia mampu untuk memperluas kesempatan kerja bagi semua orang yang ingin berkarya bersama beliau. Buktinya beliau kini memiliki berbagai bisnis yang banyak dan tersebar di seluruh nusantara. Selanjutnya dengan harapan bisa membagi pengetahuan tentang kisah sukses pengusaha kecil hingga menjadi seorang milyader, marilah kita simak artikel pengusaha sukses berikut ini.

profil pengusaha sukses indonesia
Purdi E Chandra

Purdi E Chandra lahir di Lampung 9 September 1959. Secara “tak resmi” Purdi sudah mulai berbisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP di Lampung, yakni ketika dirinya beternak ayam dan bebek, dan kemudian menjual telurnya di pasar.

Bisnis “resminya” sendiri dimulai pada 10 Maret 1982, yakni ketika ia bersama teman-temannya mendirikan Lembaga Bimbingan Test Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Waktu mendirikan bisnisnya tersebut Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa di 4 fakultas dari 2 Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Namun karena merasa “tidak mendapat apa-apa” ia nekad meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti dunia bisnis.

Dengan “jatuh bangun” Purdi menjalankan Primagama. Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2 murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di Indonesia. Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia).

Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut makin berkembang.

Kini Primagama sudah menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal, Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair, Lapangan Golf dan lain sebagainya.

Walaupun kesibukannya sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY. Selain itu Purdi pernah juga tercatat sebagai anggota MPR RI Utusan Daerah DIY. (sumber: purdiechandra.com)


Wawancara dengan Majalah BERWIRAUSAHA

Untuk jadi seorang entrepreneur sejati, tidak perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” ungkap Purdi E Chandra, Dirut Yayasan Primagama.

Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.

“Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes’ itu. Purdi yang lahir di Lampung 9 September 1959 memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad. la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang. la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. la dirikan IMKI, Restoran Sari Reja, Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan terakhir Sekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta.

Grup Primagama pun merambah bidang radio,penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semua diawalkan dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi ‘berdakwah’ tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” ungkap Purdi kepada Edy Zaqeus dan David S. Simatupang dari Majalah BERWIRAUSAHA. (sumber: megapasar.com)

Itulah perjalanan panjang kisah sukses pengusaha kecil asli Indonesia Purdi E. candra. Kesuksesan yang diperoleh memang bukan hasil dari keluarga, melainkan ia sendiri yang merintisnya usaha dari kecil dan berusaha melawan segala rintangan serta cobaan yang menerpa dalam setiap perjalanan bisnisnya. Ia juga menunjukkan bahwa dengan kerja keras, berani gagal, dan pantang menyerah adalah sumber untuk meraih keberhasilan. Kepeduliannya membangun dunia pendidikan di Indonesia patut dijadikan teladan bahwa dengan menciptakan banyak pengusaha maka akan banyak pula menekan angka pengangguran. Tak lupa saya berharap agar pembaca bertambah semangat setelah membaca kisah pengusaha sukses tersebut. Salam sukses selalu!