Cerita Pengusaha Sukses - Tjio Wie Tay (Haji Masagung)

Cerita pengusaha sukses sebagai perintis toko buku dan stationary terkemuka di Indonesia memang layak diberikan kepada toko buku yang satu ini. Ternyata, toko buku yang mendatangkan omzet jutaan rupiah / bulannya ini adalah karya besar Tjio Wie Tay alias Haji Masagung sebagai pendiri yang sudah bersusah payah merintis usaha dari nol dan kini mampu bertahan disaat persaingan yang semakin memanas. Ia pun berhasil melambungkan nama toko bukunya di kancah nasional ataupun internasional.

Cerita pengusaha sukses dari tokoh ini adalah anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio.  Kerja keras dan perjuangannya patut kita tiru karena akan membuat kita semakin menambah wawasan dan meningkatkan semangat untuk mengembangkan usaha kita. Kisah perjalanan pengusaha sukses ini sangat menginspirasi semua orang dan saya berharap ini juga terjadi pada pembaca sekalian. Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti perjalanan cerita pengusaha sukses ini.
profil pengusaha sukses indonesia

Tjio Wie Tay (Haji Masagung)

Sejarah keberadaan Toko Gunung Agung, tidak lepas dari akrobat-akrobat bisnis yang dilakukan tokoh kuncinya, Tjio Wie Tay alias Haji Masagung. Terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio, Wie Tay sebenarnya bisa menikmati masa kecil yang indah. Ayahnya seorang ahli listrik tamatan Belanda, sedangkan kakek seorang pedagang ternama di kawasan Pasar Baru, Bogor. Tapi kebahagiaan itu tidak dikecapi terlalu lama, karena kala dia berusia empat tahun, sang ayah meninggal dunia. Sejak saat itu kehidupan ekonomi mereka menjadi sangat sulit.

Dalam buku Bapak Saya Pejuang Buku yang ditulis putranya, Ketut Masagung dan disusun kembali oleh Rita Sri Hastuti dikisahkan bahwa Wie Tay tumbuh sebagai anak nakal yang suka berkelahi. Ia juga punya kebiasaan “suka mencuri” buku-buku pelajaran kakak-kakaknya untuk dijual di pasar Senen guna mendapatkan uang saku. Karena kenakalan ini, ia tidak bisa menyelesaikan sekolah, meski sudah dikirim sampai ke Bogor dan sempat masuk di dua sekolah berbeda.

Justru karena kenakalannya, Wie Tay tumbuh sebagai anak pemberani. Ia tidak takut berkenalan dengan siapa saja, termasuk dengan tentara Jepang yang kala itu mulai masuk ke Banten. Bahkan dari tentara Jepang, ia mendapatkan satu sepeda. Modal “berani” ini yang kemudian dia bawa masuk ke dalam dunia bisnis, dan tidak bisa dipungkiri, menjadi salah satu senjata andalannya dalam menggerakkan roda bisnisnya.

Setelah diusir pamannya dari Bogor dan harus kembali ke Jakarta saat berusia 13 tahun, Wie Tay menemukan kenyataan bahwa keadaan ekonomi ibundanya belum membaik jua. Tak ada jalan lain baginya kecuali harus mencari uang sendiri. Awalnya, ia kembali ke “kebiasaan” lama mencuri buku pelajaran kakaknya untuk dijual guna mendapatkan 50 sen. Setelah stok buku pelajaran habis, ia mencoba menjadi “manusia karet di panggung pertunjukkan” senam dan aerobatik. Tapi penghasilannya ternyata tidak seberapa banyak.

Pedagang Asongan


Ia kemudian banting setir menjadi pedagang rokok keliling. Di sinilah sifat beraninya mulai terlihat. Wie Tay yang digambarkan sebagai anak yang banyak kudis di kepala dan borok di kaki ini nekat menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok besar kala itu. Dengan modal 50 sen, ia memulai usaha menjual rokok keliling di daerah Senen dan Glodok. Di sini ia mulai rajin menabung, karena sudah merasakan betapa susah mencari uang. Hasil tabungannya kemudian dibelikan sebuah meja sebagai tempat berjualan di daerah Glodok. Karena belum memiliki kios sendiri, meja tersebut dititipkan pada sebuah toko onderdil di Glodok, sampai akhirnya ia mampu membuka kios di Senen.

Menjadi pedagang rokok keliling membuka mata Wie Tay remaja bahwa ada tempat partai rokok besar selain Lie Tay San, yaitu di Pasar Pagi. Maka, setelah membuka kios dia mulai membeli rokok di Pasar Pagi. Selanjutnya, Wie Tay juga berkenalan dengan The Kie Hoat, yang bekerja di perusahaan rokok Perola, salah satu merek rokok laris kala itu. The Kie Hoat kemudian akrab dengan Wie Tay dan Lie Tay San. Suatu hari, The Kie Hoat ditawari relasinya untuk mencarikan pemasaran.

Kie Hoat lalu merundingkan dengan kedua sahabatnya tadi. Saat Lie Tay San masih ragu, Wie Tay yang masih sangat belia dalam bisnis itu malah langsung setuju. Ia yakin bisa cepat dijual dan mendatangkan keuntungan besar. ternyata benar. Sayang buntutnya tidak enak. The Kie Hoat akhirnya dipecat dari Perola karena dinilai melanggar aturan perusahaan, menjual rokok ke pihak luar yang bukan distributor.

Ketiga sahabat ini kemudian bergabung dan mendirikan usaha bersama bernama Tay San Kongsie, tahun 1945. Di sinilah awal pergulatan serius Wie Tay dalam dunia bisnis. Mereka memang masih menjual rokok, tapi melebar ke agen bir cap Burung Kenari. Pada saat bersamaan mereka juga mulai serius berbisnis buku. Atas bantuan seorang kerabat, mereka bisa menjual buku-buku berbahasa Belanda yang diimpor dari luar. Buku-buku ternyata laku keras. Mereka berjualan di lapangan Kramat Bunder, tidak jauh dari rumah Lie Tay San. Setelah itu mereka membuka toko 3×3 meter persegi, kemudian diperluas menjadi 6×9 meter persegi. Lantaran keuntungan dari penjualan buku sangat besar, mereka lalu memutuskan berhenti berjualan rokok dan berkonsentrasi hanya menjual buku dan alat tulis menulis.

Tahun 1948, mereka sepakat mengukuhkan bisnis mereka dalam bentuk firma, menjadi Firma Tay San Kongsie. Saham terbesar dimiliki Lie Tay San (40%), The Kie Hoat (26,67%) dan Wie Tay (33,33%). Masagung ditunjuk memimpin perusahaan ini. Mereka kemudian membuka toko di kawasan Kwitang. Ketika orang-orang Belanda hendak meninggalkan Indonesia, Wie Tay mendatangi rumah orang-orang Belanda tersebut dan meminta buku-buku bekas mereka untuk dijual dengan harga murah.

Membangun Toko Gunung Agung

Pada 13 Mei 1951, Wie Tay menikahi Hian Nio. Setelah menikah, Wie Tay berpikir untuk mengembangkan usaha menjadi besar. Dia mengusulkan kepada kedua rekannya untuk menambah modal. Lie Tay San keberatan. Dia memutuskan mundur dan tetap dengan toko bukunya di lapangan Kramat Bunder, (kini Toko Buku Kramat Bundar). Sementara Masagung alias Tjio Wie Tay bersama The Kie Hoat membangun toko sendiri di Jln Kwitang No 13, sekarang menjadi Gedung Idayu dan Toko Walisongo. Saat itu, Kwitang masih sepi. Jangankan kios buku, toko lainnya pun belum ada. Baru ketika Wie Tay membuka toko di sana, keramaian mulai tercipta. Sejumlah gerobak buku mulai kelihatan. Sejak saat itu Kwitang menjadi ramai.

Cukup lama Tjio Wie Tay mencari nama untuk toko barunya. Kemudian baru muncul ide untuk menerjemahkan namanya sendiri ke dalam bahasa Indonesia. Tjio Wie Tay dalam bahasa Indonesia berarti Gunung Besar atau Gunung Gede tapi Wie Tay mengubahnya menjadi Gunung Agung. Toko buku mereka berkembang pesat. Pesanan dari luar Jakarta berdatangan, tidak hanya buku tapi juga kertas stensil, kertas tik dan tinta. Melihat perkembangan ini, tercetuslah ide untuk membina usaha dengan kalangan yang dekat dengan buku, antara lain kalangan wartawan dan pengarang. Sejumlah wartawan senior kala itu ikut bergabung, termasuk sejumlah saudagar tingkat atas. Tidak heran kalau buku-buku yang diterbitkan pada awal berdirinya adalah buku-buku sastra tulisan tangan para “orang dalam” tersebut. Bentuk usaha firma lalu diubah menjadi NV.

Saat peresmian NV Gunung Agung, Wie Tay membuat gebrakan dengan menggelar pameran buku pada 8 September 1953. Dengan modal Rp 500 ribu, mereka berhasil memamerkan sekitar 10 ribu buku. Tanggal ini yang kemudian dianggap sebagai hari lahirnya Toko Gunung Agung –yang juga menjadi hari kelahiran Wie Tay sendiri. Menggelar pameran buku, seolah menjadi “trade mark” bentuk promosi yang dilakukan Gunung Agung. Tahun 1954, Wie Tay mengadakan lagi pameran buku tingkat nasional bertajuk Pekan Buku Indonesia 1954. Pada acara inilah Wie Tay bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh nasional yang sangat dikaguminya, yakni Bung Karno dan Bung Hatta. Bagi dia, pertemuan dengan Bung Karno adalah hal yang menakjubkan. Selain sebagai presiden, Bung Karno adalah tokoh yang sangat dikaguminya sejak dia masih kecil.

Peran Bung Karno

Sukses menyelenggarakan Pekan Buku Nasional dan kedekatannya dengan Bung Karno, membuat Gunung Agung dipercaya membantu pemerintah menyelenggarakan Pameran Buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa Indonesia pada tahun yang sama. Dari sana dilanjutkan dengan pembukaan Cabang Gunung Agung di Yogyakarta, 1955. Tahun 1956, kembali Gunung Agung diminta pemerintah menyelenggarakan pameran buku di Malaka dan Singapura. Tahun 1963, Toko Gunung Agung sudah memiliki sebuah gedung megah berlantai tiga di Jln Kwitang 6. Acara ulang tahun ke-10 tersebut yang diikuti dengan peresmian gedung tersebut dihadiri langsung Bung Karno. Pada tahun itu juga, tepatnya 26 Agustus 1963, Wie Tay berganti nama menjadi Masagung.

Kalau padanya ditanyakan tokoh siapa yang paling berpengaruh dalam bisnis penerbitan dan toko buku, maka Masagung pasti akan menyebut nama Bung Karno. Ia pun selalu teringat akan pesan Bung Karno padanya. “Masagung, saya ingin saudara meneruskan kegiatan penerbitan. Ini sangat bermanfaat untuk mencerdaskan bangsa, jadi jangan ditinggalkan,” ujar Bung Karno. Seraya memeluk Masagung, Bung Karno menyerahkan kepercayaan kepada Masagung untuk menerbitkan dan memasarkan buku-bukunya semacam Di Bawah Bendera Revolusi (dua jilid), Biografi Bung Karno tulisan wartawan AS, Cindy Adams, buku koleksi lukisan Bung Karno (lima jilid), serta sejumlah buku tentang Bung Karno lainnya. Penerbitan buku-buku Bung Karno inilah yang membawa Gunung Agung menanjak.

Bantuan Bung Karno tidak berhenti di situ. Bung Karno juga meminta Gunung Agung mengisi kebutuhan buku bagi masyarakat Irian Barat saat Trikora. Masagung lalu kemudian mengadakan pesta buku di Biak, Marauke, Serui, Fak Fak, Sorong, dan Manokwari. Tugas yang sama kembali diemban untuk masyarakat Riau dalam rangka Dwikora. Bukan cuma di Indonesia. Masagung juga agresif membangun jaringan di luar negeri. Tahun 1965, dia membuka cabang Gunung Agung di Tokyo, Jepang. Lalu mengadakan pameran buku Indonesia di Malaysia awal 1970-an.

Ternyata, kepak sayap bisnis Masagung tidak sebatas toko buku dan penerbitan. Ia juga merambah bisnis lain . Ia tercatat mengelola bisnis ritel bekerjasama dengan Departement Store Sarinah di Jln MH Thamrin, lalu masuk ke Duty Free Shop, money changer, dan perhotelan . Itulah akrobat bisnis yang dilakukan seorang “mantan” anak jalanan. Si anak nakal yang tidak tamat SD itu ternyata mampu mem-bangun kerajaan bisnis yang kokoh hingga kini. (Sumber: wikipedia.org)

Sebuah kerja keras, keberanian disertai dengan kesungguhan akan membawa keberhasilan. Demikian yang ditunjukkan oleh sosok Tjio Wie Tay alias Haji Masagung. Dulu Wie dikenal sebagai anak nakal yang tidak tamat SD, tetapi dibalik kenakalan itu terpancar naluri bisnis yang tajam. Ia mampi membuiktikan, bahwa dengan tekad bulat dan kerja keras, akhirnya ia berhasil mendirikan kerajaan bisnis yang kokoh hingga kini. Saya berharap anda bisa terinspirasi dengan cerita pengusaha sukses ini. Jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!

Kisah Sukses Seorang Wirausaha - Djoenaedi Joesoef

Kisah sukses seorang wirausaha menjadikan kita akan tambah wawasan untuk menjalani bisnis dengan sangat efektif. Tokoh pengusaha sukses yang saya angkat kali ini adalah seorang anak dari pemilik toko obat yang mampu melejitbak meteor. Perusahaan yang dinaunginya tetap eksis di industri farmasi hingga saat ini. Kepiawaiannya dalam mengatur manajemen perusahaan dengan baik mengantarkan beliau meraih penghargaan bergengsi, yaotu Indonesia Entrepreneur Of The Year tahun 2003 oleh Ernst & Young's. Tak lepas dari penghargaan ini makan banyak penghargaan yang terus disabetnya. Semua ini tidak terlepas dari kerja kerasnya dalam menjalankan usaha dengan semangat 45.

Kisah sukses seorang wirausaha ini terus terang sangat menginspirasi saya pribadi dan saya berharap pembaca sekalian juga tertular semangat tersebut. Bisa anda bayangkan saat beliau kecil, telah tertanam jiwa bisnis yang sangat luar biasa. Berbagai cara ia lakukan untuk membantu orang tuanya bekerja. Konon, anak dari seorang sinshe ini harus membantu orang tuanya menjajakan obat-obatannya keliling kampung-kampung. Selain itu, ia harus membantu orang tuanya pergi ke pasar membeli bahan-bahan pembuat obat-obatan. Untuk lebih jelasnya marilah kita simak dan ikuti perjalanan karir tokoh pengusaha sukses Indonesia ini.

profil pengusaha sukses indonesia
Djoenaedi Joesoef

Di pinggiran Kota Solo masih ada tersisa lahan hijau. Hamparan sawah berdampingan dengan rumah penduduk membentuk lanskap alam nan menawan. Ada bangunan yang luas berkeliling tembok panjang. Pepohonan tertata rapi hijau menyembul dari balik tembok panjang itu. Tepat di sekeliling pepohonan tersebut berdiri gagah pabrik kebanggaan masyarakat Solo.

Ya, itulah pabrik yang memproduksi aneka produk farmasi, makanan kecil, permen dan berbagai produk lain sejenis. Konimex nama perusahaan tersebut. Djoenaedi Joesoef, sang maestro yang mendirikan perusahaan bersangkutan.

Sang maestro sudah berusia lanjut. Sudah tidak lagi mengendalikan Konimex. Hari-hari tuanya dihabiskan untuk tugas sosial sambil memberi kontribusi terbaik bagi Solo, kota kebanggaannya dan Indonesia negeri tercintanya. Konimex memang bukan perusahaan terbesar di bidangnya. Bukan pula perusahaan dengan jangkauan menggurita yang beroperasi di berbagai negara.

Konimex ‘hanyalah’ perusahaan dari daerah yang produknya mudah ditemukan dari Sabang sampai Merauke. Walaupun demikian, kepemimpinan Djoenaedi Joesoef dalam membesarkan Konimex layak dicatat dengan tinta emas.

Sebagai peraih Indonesia Entrepreneur of the Year 2003 dari lembaga prestisius Ernst & Young, kepemimpinan Djoenaedi Joesoef mendapat tempat terhormat di negeri tercinta dan meluas sampai negeri manca. Jiwa kewirausahaannya memberi inspirasi tidak saja pada ranah farmasi yang digeluti selama hidupnya, tetapi juga bagi seluruh masyarakat yang ingin belajar menjadi wirausaha berbasis etika, moral dan spiritual.

Membangun keunggulan

Djoenaedi Joesoef layak mendapat julukan pemimpin unggul. Dimulai dari toko obat kecil lalu pada 8 Juni 1967 PT Konimex Pharmaceutical Laboratories didirikan dan sekarang mampu mempekerjakan ribuan karyawan, jelas membuktikan julukan itu. Menjadi pemimpin unggul memang bukan perkara mudah. Dibutuhkan beberapa prasyarat yang mana keunggulan sang pemimpin dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hasil bisnisnya.

James Collins dan Jerry Poras melalui buku spektakulernya yang telah menjadi ‘kitab suci’ pemimpin bisnis, Built to Last, menulis referensi komplet tentang organisasi unggul. Walaupun Collin dan Poras meneliti tentang organisasi unggul, tetapi benang merahnya jelas. Organisasi unggul pasti dipimpin oleh pemimpin unggul. Berdasar kajian Collin dan Poras, ada lima karakter utama yang dimiliki oleh Djoenaedi Joesoef dalam memimpin Konimex.

Karakter pertama, mempunyai visi yang besar, berani dan mengagumkan. Visi Djoenaedi Joesoef adalah membuat obat murah yang terjangkau masyarakat luas. Obat murah tersebut harus mudah didapat dan selalu tersedia di pasar. Maka lahirlah obat kemasan isi empat dengan fungsi yang tidak kalah dibandingkan dengan obat resep dokter berharga mahal.

Dari tangan Djoenaedi Joesoef muncul merek kuat semacam Paramex, Inza, Inzana, Konidin yang sampai sekarang menjadi benchmarking obat murah sejenisnya.

Kedua, memiliki budaya perusahaan kuat. Budaya perusahaan pada dasarnya adalah praktik dari nilai-nilai yang menjadi acuan perusahaan bersangkutan. Dapat dipastikan hampir semua perusahaan mempunyai nilai-nilai ideal seperti disebut dalam profil perusahaan atau pernyataan visi dan misi.

Namun, nilai-nilai ideal tersebut sering mampat dalam pelaksanaan lantaran tidak ada konsistensi dari manajemen (pemilik, CEO dan direksi). Atau yang lebih parah tidak ada contoh peran dari pihak manajemen.

Hal demikian tidak berlaku di Konimex. Cara Djoenaedi Joesoef memimpin dan perilaku pribadi sehari-harinya membentuk budaya perusahaan kuat di Konimex. Nilai-nilai utama perusahaan dapat dengan mudah dipraktikkan dan menjadi perilaku seluruh karyawan Konimex karena contoh dari sang pemilik sekaligus CEO-nya.

Ketiga, selalu berjuang untuk mencapai kesempurnaan mutu. Wacana mutu yang bergulir sejak 80-an mendapat tempat tersendiri bagi Djoenaedi Joesoef. Beliau berpendapat bahwa mutu produk, manusia (karyawan) dan pemimpin merupakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam bersaing merebut pasar.

Menjadi tidak mengherankan walaupun Konimex beroperasi dari Solo tetapi kaidah-kaidah bisnis yang bersinggungan dengan kesempurnaan mutu menjadi wacana utama manajemen Konimex.

Tidak segan Konimex menggelontorkan dana dalam jumlah besar untuk memenuhi standar mutu internasional. Alhasil produk Konimex dapat dipastikan berkualitas. Dalam sejarah perusahaan, nyaris tidak terdengar keluhan atau protes besar dari konsumen karena konsumen semakin buruk kesehatannya setelah menelan Paramex.

Keempat, mempunyai mentalitas berspektrum lebar. Inti dari karakter empat ini-meminjam pendapat Stephen Covey-adalah mentalitas berkelimpahan untuk berbuat baik kepada karyawan, konsumen, pemasok, pengatur (pemerintah) serta lingkungan (manusia dan alam). Djoenaedi Joesoef percaya bahwa hukum kelimpahan yaitu ketika memberi berlebih akan mendapat keuntungan berlebih akan berjalan dengan sempurna.

Berpedoman pada hukum kelimpahan ini Djoenaedi Joesoef selalu memperhatikan tetesan keringat dari karyawannya untuk mendapat upah jauh dari layak sesuai dengan levelnya. Atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat sekitar dengan cara menjadi pemasok di Konimex.

Kelima, jiwa kewirausahaan untuk selalu berinovasi. Ada banyak inovasi produk yang dihasilkan oleh Konimex. Tanpa harus mengulang bentuk inovasi tersebut yang sering dibahas di media massa, penghargaan Indonesia Entrepreneur of the Year 2003 dari Ernst & Young membuktikan bagaimana sebagai seorang wirausaha Djoenaedi Joesoef selalu berinovasi untuk memberikan produk terbaik kepada konsumennya.

Lima karakter ini yang menjadikan Djoenaedi Joesoef layak disebut sebagai pemimpin unggul. Mengapresiasi pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari buku teranyarnya Indonesia Unggul, inilah sosok pemimpin unggul untuk menjadikan Indonesia Unggul: Djoenaedi Joesoef. (Sumber : Bisnis Indonesia online)

Kerja keras Djonaedi dalam menggapai sesuatu memang tidak dapat dipungkiri. Jerih payahnya dalam membangun perusahaan berstandar nasional sudah diraihnya. Bak pepatah mengatakan bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. itulah pepatah yang menggambarkan kehidupan Djonaedi. Sejak kecil ia sudah mandiri dan kerja keras serta didukung kejujuran kepada konsumen, menjadikan perusahaan Djoenaedi menjadi perusahaan yang unggul dan selalu menjadi terdepan. Semoga kisah sukses seorang wirausaha ini mengispirasi anda semua, tetap jaga semangat kewirausahaan, salam seukses sekalu!

Kisah Pengusaha Sukses Dari Nol - Eka Tjipta Widjaja

Kisah pengusaha sukses dari nol tokoh yang satu ini adalah pengusaha yang memiliki mental baja. Mungkin anda telah mengenal namanya lewat Sinar Mas Grup yang kini menjadi perusahaan raksasa di Indonesia. Saat ini, ia berada di tiga besar orang-orang terkaya di Indonesia versi majalah Globe Asia 2008. Tentu sulit dilupakan bagaimana ia meraih segala harapan yang diinginkan dengan semangat pantang menyerah. Anda mungkin tidak merasakan apa yang dirasakan olehnya. Ia sering diterpa dengan kegagalan demi kegagalan dalam menjalankan usaha. Tapi, semua itu tidak mengurungkan niatnya untuk tetap bertahan di dunia bisnis Indonesia yang saat ini konon totatl kekayaan kurang lebih mencapai USD 3,8 miliar.

Saya berharap para pembaca yang budiman bisa terinspirasi dari kisah pengusaha sukses dari nol ini. Semua yang dilakukannya, semua kerja kerasnya, dan semangat pantang menyerahnya patutlah kita tiru. Sungguh luar biasa tokoh pengusaha ini karena beliau dibesarkan dalam keluarga miskin. Tapi keadaan tersebut malah menjambut dan menggemblengnya sahingga mengantarkan beliau menjadi seorang pengusaha terkaya di Indonesia. Tidak sabar untuk untuk mengikuti kisah selanjutnya, mari kita simak perjalanan beliau untuk mencapai kesuksesannya.


profil pengusaha sukses indonesia
Eka Tjipta Widjaja

Eka Tjipta Widjaja adalah orang Indonesia yang awalnya lahir di Cina. Beliau lahir di Coana Ciu, Fujian, Cina dan mempunyai nama Oei Ek Tjhong. Ia lahir pada tanggal 3 Oktober 1923 dan beliau merupakan pendiri dan pemilik Sinar Mas Group. Ia pindah ke Indonesia saat umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong akhirnya pindah ke kota Makassar. Di Indonesia, Eka hanya mampu tamat sekolah dasar atau SD. Hal ini dikarenakan kondisi ekonominya yang serba kekurangan. Untuk bisa pindah ke Indonesia saja, ia dan keluarganya harus berhutang ke rentenir dan dengan bunga yang tidak sedikit.


Pendidikan

Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi. Namun beliau hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk membantu orang tua dalam menyelesaikan hutangnya ke rentenir. Saat baru pindah ke Makassar, Eka Tjipta Widjaja memang mempunyai hutang kepada seorang rentenir dan setiap bulan dia harus mencicil hutangnya tersebut.

Keluarga

Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja. Eka Tjipta Widjaja dikenal sebagai orang yang banyak mempunyai istri atau poligami.

Bisnis

Dalam hal bisnis, Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang yang unggul dalam mengembangkan bisnis yang telah dia rintis. Ini terbukti dengan hasil karyanya dalam membangun bisnis di Indonesia ini. Ia sudah menekuni dunia bisnis sejak dia masih berumur sangat muda yaitu umur 15 tahun. Ia mengawali karir bisnisnya itu hanya dengan bermodalkan sebuah ijasah SD yang dimilikinya. Dia berjualan gula dan biskuit dengan cara membelinya secara grosir kemudian dia jajakan secara eceran dan hal tersebut bisa mendapatkan untung yang lumayan.

Namun bisnisnya itu tak bertahan lama karena adanya pajak yang besar pada saat itu karena Jepang menjajah Indonesia. Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.

Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh. Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah. Namun setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah. Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.

Kekayaan

Eka Tjipta Widjaja merupakan orang kaya yang masuk sebagai orang terkaya di Indonesia nomor 3 versi Globe Asia 2008 dengan total kekayaan mencapai 6 Milliar Dollar atau setara dengan 54 trilliun rupiah. Demikian biografi singkat Eka Tjipta Widjaja.
(sumber : orangterkayaindonesia.com)

Itulah gambar kegigihan seorang Eka Tjipta Widjaja. Figurnya memang dikenal pantang menyerah. Berbagai pengalaman pahit dalam berdagang ia jalani dengan sikap optimis. Dengan kekayaan mental tersebut, usaha demi usaha yang telah dirintis olehnya membuahkan manis. Ia merupakan sosok manusia yang pantas dicontoh. Semoga pembaca sekalian dapat mengambil pelajaran dari kisah pengusaha sukses dari nol tokoh yang satu ini. Jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!